Review
Buku Kaelani
klik link dibawah ini
atau baca selengkapnya pada artikel dibawah ini
PENDIDIKAN
PANCASILA YURIDIS KENEGARAAN
PANCASILA
DAN BERBAGAI DEFINISI
1. Pancasila
Secara Estimologis
Secara estimologis istilah Pancasila berasal dari
Bahasa Sansgekerta kasta Brahmana di India. Menurut Yamin (dalam Kaelani, 1999:
18) dalam Bahasa Sangsekerta perkataan Pancasila memiliki dua macam arti secara
leksikal yaitu:
Panca
artinya lima, syila vocal i pendek artinya batu
sendi atau dasar. Sedangkan syiila
vocal i panjang artinya pengaturan
tingkah laku yang baik , yang penting atau yang senonoh.
Kata-kata tersebut selanjutnya dalam Bahasa Indonesia
khususnya Jawa diartikan “susila” yang memiliki hubungan dengan moralitas. Oleh
karema itu secara estimologis kata Pancasila yang dimaksudkan adalah istilah
Pancasyila dengan vocal i pendek yang memiliki makna leksikal “berbatu sendi lima”. Adapun istilah “panca syiila: dengan huruf Dewanagari i
bermakna lima aturan tingkah laku yang penting (Yamin, 1960 :437 dalam Kaelani,
1999: 18)
Perkataan Pancasila mula-mula terdapat dalam
kepustakaan Budha di India. Ajaran Budha bersumber pada kitab Tri Pitaka yang
terdiri atas tiga macam buku besar yaitu, Suttha
Pitaka, Abidhama Pitaka dan Vinaya Pitaka. Dalam ajaran Budha terdapat
ajaran moral untuk mencapai nirwana dengan melalui samadhi dan setiap golongan berbeda kewajiban moralnya.
Ajaran-ajaran moral tersebut diantaranya sebagai
berikut:
Dasasyiila
Saptasyiila
Pancasyiila
Ajaran pancasyiila
menurut Budha adalah merupakan lima aturan (larangan) atau five moral principles yang harus ditaati
dan dilaksanakan oleh para penganut biasa atau awam. Prinsip tersebut lebih
lengkapnya dapat dilihat dari beberapa penjelasan dibawah ini:
Panatipada veramani sikhapadam samadiyani artinya jangan mencabut nyawa mahluk hidup
atau dilarang membunuh.
Dinna dana veramani shikapadam samadiyani artinya janganlah mengambil barang yang
tidak diberikan maksudnya dilarang mencuri.
Kameshu michaccara veramani shikapadam artinya janganlah berhubungan kelamin,
yang artinya dilarang berzina.
Musawada veramani sikapadam samadiyani artinya janganlah berkata palsu atau
dilarang berbohong.
Sura meraya masjja spamada tikana veramani
artinya janganlah meminum minuman yang menghilangkan pikiran,
yang maksudnya dilarang minum minuman keras (Abidin dalam Kaelani, 1999: 19)
Dengan masuknya kebudayaan india ke Indonesia melalui
penyebaran adama Hindu dan Budha, maka ajaran Pancasila “Budhisme” masuk ke
dalam kepustakaan Jawa, terutama pada zaman Majapahit. Perkataan Pancasila
dalam khasanah kesusastraan keprabuan Majapahit dibawah raja Hayan Wuruk dan
mahapatih Gajah Mada dapat ditemukan dalam keropak Negarakertagama, yang berupa
kekawian dalam pujangga istana bernama Empu Prapanca yang selesai ditulis pada
tahun 1365, dimana dapat kita temui dalam sarga 53 bait ke 2 yang berbunyi
sebagai berikut:
Yatnaggegawani pancasyiila
kertasangkarbhisekaka krama yang
artinya raja menjalankan dengan setia kelima pantangan (Pancasila), begitupula
upacara-upacara ibadat dan penobatan-penobatan.
Setelah berakhirnya pase kerajaan Hindu dan Budha di
tanah air sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila) Pancasila masih
melekat di kalangan masyarakat Jawa khusunya, ajaran moral itu dikenal dengan
istilah larangan sebagai berikut:
Mateni artinya membunuh
Maling artinya mencuri
Madon artinya berzina
Mabok meminum-minuman
keras
Main artinya berjudi
Semua huruf dari ajaran moral tersebut diawali dengan
huruf m atau dalam Bahasa jawa disebut “ma” oleh karena itu lima
prinsip moral tersebut “ma lima” yaitu lima larangan (Isamaun dalam Kaelani,
1999: 20).
22. Pengertian
Pancasila Secara Historis
Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam siding
BPUPKI pertana dr. Radjiman Widyodiningrat mengajukan suatu masalahah tentang
rumusan dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Kemudian tampillah tiga
orang pembicara dalam siding tersebut yaitu, Mohammad Yamin, Soepomo, dan
Soekarno.
Beberapa uraian tentang dasar negara dari
ketiga orang tersebut dapat diringkas sebagai berikut:
a. Mr.
Mohammad Yamin (29 mei 1945)
Pada
sidang BPUPKI pertama tersebut M. Yamin mengemukakan lima asas dasar negara
Indonesia Merdeka yang di cita-ctakannya yaitu sebagai berikut:
·
Peri
kebangsaan
·
Peri
kemanusiaan
·
Peri
ketuhanaan
·
Peri
kerakyatan
·
Kesejahteraan
rakyat
Setelah pidato, kemudian diusulkan juga mengenai
rancangan UUD Republik Indonesia yang dirumuskan sebagai berikut:
“ Untuk membentuk pemerintahan negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa da
seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, menyuburkan kehidupan kekeluargaan dan ikut seta melaksanakan
ketertiban duniayang berdasarkan perdamaina abadi dan keadilan social. Maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat berdasarkan kepada:
·
Ketuhanan
yang maha esa
·
Kebangsaan
persatuan Indonesia
·
Rasa
kemanusiaan yang adil dan beradab
·
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyarawatan perwakilan
·
Dengan
mewujudkan Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia (Pringgodigdo dalam Kaelani,
1999: 35)
b. Soekarno
(1 juni 1945)
Pidato
Soekarno dalam sidang BPUPKI tersebut, mengemukakan lima asas sebagai dasar
negara Indonesia sebagai berikut :
·
Nasionalisme
atau kebangsaan Indonesia
·
Internasionalisme
atau perikemanusiaan
·
Mufakat
atau demokrasi
·
Kesejahteraan
social
·
Ketuhanan
yang berkebudayaan
Usulan tersebut oleh Soekarno diberi nama Pancasila
atas saran salah satu ahli Bahasa yang tidak disebutkan namanya. Usulan
mengenai nama Pancasila tersebut selanjunya diterima secara bulat dalam siding
teresebut.
Kelima sila diatas tersebut dapat diperas menjadi tri
sila yang rumusannya sebagai berikut:
·
Sosio
nasional yaitu nasionalisme dan internasionalisme
·
Sosio
demokrasi yaitu demokrasi dengan kesejahteraan
·
Ketuhanan
yamg maha esa
Ketiga sila tersebut masih bias di sederhanakan
menjadai eka sila atau satu sila yang intinya adalah gotong royong.
c. Piagam
Jakarta (22 juni 1945)
Pada tanggal 22 juni 1945 sembilan tokoh nasional yang
juga sebagai tokoh Dokuritu zyunbi
tioosakay (BPUPKI) mengadakan pertemuan untuk membahas pidato serta
usul-usul mengenai dasar negara yang telah dikemukakan dalam siding. Panitia
Sembilan tersebut berhasil menyusun sebuah naskah piagam yang dikenal Piagam
Jakarta yang didalamnya memuat Pancasila, yang pertama kali disepakati dalam
siding dengan rumusan sebagai berikut:
·
Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya
·
Kemanusiaan
yang adil dan beradab
·
Persatuan
Indonesia
·
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikamt kebijaksanaan dalam permusyarawatan perwakilan
·
Keadilan
bagi seluruh rakyat Indonesia
33.
Pengertian Pancasila Secara Terminologi
Setelah Proklamasi kemerdekaan, pada tanggal 18
agustus 1945 panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) segara mengadakan
sidang. Dalam sidang tersebut berhasil mengesahkan UUD 1945yang terdiri dari
dua bagian yaitu, pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal yang berisi 37 pasal, 1
aturan peralihan yang terdiri dari 4 pasal dan 1 aturan peralihan tambahan yang
terdiri atas 2 ayat.
Dalam bagian pembukaan UUd 1945 yang terdiri dari
empat alinea tersebut, tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut:
·
Ketuhanan
yang maha esa
·
Kemanusiaan
yang adil dan beradab
·
Persatuan
Indonesia
·
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikamt kebijaksanaan dalam permusyarawatan perwakilan
·
Keadilan
bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan Pancasila inilah yang secara konstitusi dah
dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia yang disahkan oleh PPKI yang
mewakili seluruh rakyat Indonesia.
Dalam sejaarah ketatanegaraan Indonesia dalam upaya
mempertahankan Proklamasi dan eksistensi negara dan bangsa Indonesia maka
terdapat pula rumusan-rumusan Pancasila sebagai berikut:
a.
Dalam
konstitusi Republik Indonesia Serikat
Dalam konstitusi RIS yang berlaku tanggal 29 Desember
1949 sampai dengan 17 Agustus 1950, tercantum rumusan Pancasila sebagai
berikut:
·
Ketuhanan
yang maha esa
·
Peri
kemanusiaan
·
Kebangsaan
·
Kerakyatan
·
Keadilan
social
b.
Dalam
Undang-Undang dasar sementara (1950)
Dalam
Undang-Undang yang berlaku mulai tanggal 17 Agustus 1950 samapi tanggal 5 Juli
1959, terdapat pula rumusan Pancasila sebagai berikut:
·
Ketuhanan
yang maha esa
·
Peri
kemanusiaan
·
Kebangsaan
·
Kerakyatan
·
Keadilan
social
c.
Rumusan
Pancasila di kalangan masyarakat
·
Ketuhanan
yang maha esa
·
Peri
kemanusiaan
·
Kebangsaan
·
Kedaulatan
rakyat
·
Keadilan
social
Dari beberapa rumusan diatas, rumusan Pancasila yang
sah dan benar secara konstitusi adalah rumusan Pancasila yang tercantum dalam
pembukaan UUD 1945, yang diperkuat dengan Ketetapan No. XX/MPRS/1966, dan
Inpres No. 12 tanggal 13 April 1968 yang menegaskan bahwa pengucapan, penulisan
dan rumusan Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia yang sah dan benar adalah
sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Sumber:
Kaelani, 1999 (cet ke 3).
Pendidikan Pancasila yuridis kenegaraan. Paradigma.
Yogyakarta
PANCASILA
1. Pengertian
Asal Mula Pancasila
Secara kausalitas Pancasila sebelum disahkan menjadi
dasar filsapah negara, nilai-nilainya telah ada dan berasal dari bangsa
Indonesia sendiri yang berupa nilai-nilai adat-istiadat, kebudayaan, dan
nilai-nilai religus. Kemudian nilai-nilai tersebut diangkat dan dirumuskan
secara musyawarah dan mufakat dalam sidang BPUPKI pertama, sidang panitia
Sembilan, BPUPKI ke dua, dan PPKI.
Oleh karena itu untuk mengetahui proses terbentuknya
Pancasila, maka harus ditinjau berdasarkan proses kausalitas. Secara kausalitas
asal mula Pancasila dibedakan menjadi dua macam yaitu, asal mula langsung dan
asal mula tidak langsung.
A.
Asal
mula langsung
Pengertian asal mula secara ilmiah filsafati dibedakan
atas empat macam yaitu, kausa materialis,
kausa formalis, kausa efficient, kausa finalis (Bagus, 1991: 158 dalam
Kaelani, 1999: 53). Sedangkan asal mula langsung tentang Pancasila adalah asal
mula yang langsung terjadinya Pancasila sebagai dasar filsafat negara, yaitu
asal mula sesudah dan menjelang Proklamsi Kemerdekaan semenjak dirumuskan dalam
sidang BPUPKI pertama, panitia Sembilan, BPUPKI kedua, PPKI sampai
pengesahannya.
Menurut Notonagoro dalam Kaelani (1999: 54) asal mula
langsung Pancasila dapat di rinci sebagai berikut:
a.
Asal
mula bahan (kausa materialis)
Bangsa
Indonesia adalah sebagai asal dari nilai-nilai Pancasila, sehingga Pancasila
itu pada hakekatnya nilai-nilai yang merupakan unsur-unsur Pancasila yang
digali dari bangsa Indonesia itu sendiri seperti, adat-istiadat, kebudayaan,
dan nilai religious yang terdapat dalam kehiduapan sehari-hari bangsa
Indonesia. Dengan demikian asal bahan Pancasila adalah pada bangsa Indonesia
itu sendiri yang terdapat dalam kepribadian dan pandangan hidup.
b.
Asal
mula bentuk (kausa formalis)
Asal mula bentuk
Pancasila adalah Soekarno-Hatta dan anggota BPUPKI lainnya yang merumuskan dan
membahas Pancasila. Terutama dalam hal bentuk, rumusan serta nama Pancasila.
c. Asal mula karya (kausa efficient)
Asal mula karya yaitu asal mula yang menjadikan
Pancasila dari calon dasar negara menjadi dasar negara yang sah. Adapun asal
mula karya adalah PPKI sebagai pembentuk negara dan atas kuasa pembentukan
negara yang mengesahkan Pancasila menjadi dasar negara yang sah, setelah
dilakukan pembahasan baik dalam sidang BPUPKI dan panitia Sembilan.
d. Asal mula tujuan (kausa finalis)
Pancasila dirumuskan dan dibahas dalam berbagai
sidang, tujuannya adalah untuk dijadikan sebagai dasar negara. Oleh karena itu
asal mula tujuan tersebut adalah para anggota BPUPKI dan panitia Sembilan yang
menentukan tujuan dirumuskannya Pancasila sebelum ditetapkan oleh PPKI sebagai
dasar negara yang sah. Demikian pula para anggota tersebut juga berfungsi
sebagai kausa sambungan karena yang merumuskan dasar filsafat negara.
B. Asal mula yang tidak langsung
Secara kausalitas asal mula yang tidak langsung
Pancasila adalah asal mula sebelum Proklamasi Kemerdekaan. Berarti asal mula nilai-nilai
Pancasila yang terdapat dalam adat-istiadat, kebudayaan dan agama di Indonesia.
Sehingga dengan demikian asal mula tidak langsung Pancasila adalah terdapat pada
kepribadian serta dalam padangan hidup sehari-hari bangsa Indonesia. Maka
apabila dirinci asal mula Pancasila tidak langsung adalah sebagai berikut:
a. Unsur-unsur Pancasila sebelum dijadikan
dasar filsafat, meliputi nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan
dan keadilan yang telah ada dan tercemin dalam dalam kehidupan sehari-hari
bangsa Indonesia sebelum membentuk negara,
b. Nilai-nilai tersebut terkandung dalam
pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara yang berupa
nilai-nilai adar-istiadat, kebudayaan, agama. Nilai-nilai tersebut menjadi
pedoman dalam memecahkan problema kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia.
c. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
asal mula tidak langsung Pancasila pada hakikatnya bangsa Indonesia itu sendiri,
atau dengan perkataan lain bangsa Indonesia sebagai kausa materialis aau asal
mula tidak langsung niali-nilai Pancasila.
C. “Tri Prakara” dalam Pancasila
Dari uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa
pasca Proklamsi Kemerdekaan, yaitu setelah Pancasila disahkan PPKI tanggal 18
Agustus 1945, bangsa Indonesia menjalankan Pancasila dalam tiga asas “tri
prakara” yaitu:
a. Bahwa unsur-unsur Pancasila sebelum
disahkan menjadi dasar filsafat negara secara yuridis sedah dimiliki oeh bangsa
Indonesia sebagai asas-asas dalam adat-istiadat dan kebudayaan dalam arti luas
(Pancasila asas kebudayaan).
b. Demikian juga unsur-unsur Pancasila telah
terdapat pada bangsa Indonesia sebagai asas-asas dalam agama-agama (Pancasila
asas religious).
c. Unsur-unsur tadi kemudian diolah, dibahas,
dan dirumuskan secara seksama dalam sidang BPUPKI, panitia Sembilan, PPKI
sebagai dasar negara Indonesia dan terwujudlah Pancasila sebagai asa kenegaraan
(Pancasila asal kenegaraan).
Oleh karena itu Pancasila terwujud dalam tiga asas
yaitu, asas kebudayaan, religius, serta kenegaraan. Dalam kenyataanya asas-asas
tersebut tidak dapat dipertentangkan karena ketiganya terjalin dalam suatu
proses kausalitas, sehingga ketiga hal tersebut pada hakikatnya merupakan unsur
yang membentuk Pancasila (Notonagaro, 1975: 16-17) dalam Kaelani (1999:56)
2.
Kedudukan dan Fungsi Pancasila
Pancasila sebagai objek pembahasan ilmiah, memiliki
ruang lingkup yang sangat luas terutama berkaitan dengan kedudukan dan fungsi
Pancasila. Setiap kedudukan dan fungsi Pancasila pada hakikatnya memiliki makna
serta dimensi masing-masing yang konsekuensinya dan aktualisasinya
berbeda-beda, walupun sumber dan hakikatnya sama. Pancasila sebagai dasar
negara memiliki pengertian yang berbeda dengan fungsi Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa, demikian pula berkaitan dengan kedudukan dan fungsi
Pancasila yang lainnya.
A.
Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
dalam perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa
memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjung sebagai pandangan hidup.
Nilai-nilai luhur adalah merupakan suatu tolok ukur kebaikan yang berkenaan dengan
hal-hal yang bersifat mendasar dan abadi dalam hidup manusia. Seperti cita-cita
yang hendak dicapai oleh manusia.
Pandangan hidup yang terdiri atas kesatuan rangkaian
nilai-nilai luhur tersebut adalah suatu wawasan yang menyeluruh terhadap
kehidupan itu sendiri. Pandangan hidup berfungsi sebagai kerangka acuan baik
untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi antar manusia dalam
masyarakat serta alam sekitar.
Sebagai mahluk individu dan mahluk sosial manusia tidak mungkin memenuhi
segala kebutuhannya sendiri, oleh karena itu untuk mengembangkan potensi
kemanusiaanya, senantiasa memerlukan orang lain. Dalam pengertian inilah maka
manusia pribadi senantiasa hidup sebagai bagian dari lingkungan sosial yang
lebih luas, secara berturut-turut lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa, dan
negara yang merupakan lembaga-lembaga masyarakat utama yang diharapkan dapat
menyalurkan dan mewujudkan pandangan hidupnya. Dengan demikian dalam kehidupan
bersama dalam suatu negara membtuhkan suatu tekad kebersamaan, cita-cita yang
ingin dicapainya yang bersumber pada pandangan hidup tersebut.
Dalam pengertian inilah maka
proses perumusan pamdamgam hidup masyarakat dituangkan dan dilembagakan menjadi
pandangan hidup bangsa (ideology bangsa) dan selanjutnya dituangkan dan
dilembagakan dalam pandangan hidup negara (ideology negara).
Dalam proses penjabaran dalam
kehidupan modern antara pembangunan hidup masyarakat dengan pandangan hidup
bangsa memiliki hubungan yang bersifat timbal balik. Pandangan hidup bangsa
diproyeksikan kembali kepada pandangan hidup masyarakat serta tercemin dalam
sikap hidup pribadi warganya. Dengan demikian dalam negara Pancasila pandangan
hidup masyarakat tercermin dalam kehidupan negara yaitu, pemerintah terikat
oleh kewajiban konstitusioanl yaitu, kewajiban pemerintah dan penyelenggara negara untuk memelihara budi
pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang
luhur (Darmodiharjo dalam Kaelani, 1999: 58).
Skema hubungan tersebut adalah
sebagai berikut.
Pandangan hidup
masyarakat
|
Pandangan hidup
bangsa
|
Hubungan timbal
balik
|
Pandangan hidup
negara
|
Transformasi pandangan hidup
masyarakat menjadi pandangan hidup bangsa dan akhirnya menjadi dasar negara
juga terjadi pada pandangan hidup Pancasila. Pancasila sebulum dirumuskan
menjadi dasar negara serta ideology negara, nilai-nilainya telah terdapat pada
bangsa Indonesia dalam adat istiadat, budaya serta dalam agama-agama sebagai
pandangan hidup masyarakat Indonesia. Pandangan yang ada pada masyarakat
Indonesia tersebut kemudian menjelama menjadi pandangan hidup bangsa yang telah
terintis sejak zaman Sriwijaya, Majapahit, kemudian Sumpah Pemuda 1928,
kemudian diangkat dan dirumuskan dalam sidang BPUPKI, Panitia Sembilan, PPKI
kemudian ditentukan dan disepakati sebagai dasar negara Republik Indonesia, dan
dalam pengertian inilah maka Pancasila sebagai pandangan hidup negara dan
sekaligus sebagai ideology negara.
Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa tersebut terkandung didalamnya konsepsi dasar mengenai kehidupan
yang dicita-citakan, terkandung dasar pikiran terdalam dan gagasan mengenai
wujud kehidupan yang dianggap baik. Oleh karena itu Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa merupakan suatu kristalisasi dari nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat Indonesia. Maka pandangan hidup tersebut dijunjung tinggi oleh
warganya karena pandangan hidup Pancasila berakar pada budaya dan pandangan
hidup masyarakat. Dengan demikian pandangan hidup Pancasila bagi bangsa
Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika tersebut
harus merupakan asas pemersatu bangsa sehingga tidak boleh mematikan
keanekaragaman.
Sebagai intisari dari nila
budaya masyarakat Indonesia, maka Pancasila merupakan cita-cita moral bangsa yang
memberikan pedoman dan kekuatan rohaniah bagi bangsa untuk berprilaku luhur
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
B.
Pancasila sebagai Dasar Negara
Republik Indonesia
Pancasila dalam kedudukan ini
sering disebut sebagai dasar filsafat negara
lanjut ke postingan selanjutnya.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar