REPITISI KEBIJAKAN ORDE BARU DALAM
RANCANGAN UNDANG UNDANG ORGANISASI MASYARAKAT
Organisasi masyarakat
atau yang lebih familiar dengan sebutan ormas merupakan “organisasi yang di
dirikan dan di bentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi,kehendak,kebutuhan,kepentingan
,kegiatan,dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya
tujuan negara kesatuan republic Indonesia yang berdasarkan pancasila
“(panja,ruu ormas,pasal 1 ayat 1 :9 februari 2013)”.
Dari definisi di atas
jelaslah bahwa semua aspek dan aktifitas berkehidupan dalam masyarakat yang
sengaja di bentuk baik secara sukarela atau pun berbadan hokum merupakan sebuah
organisasi masyarakat (ormas) yang mesti berdasarkan pancasila,tidak
terkecualui yayasan,panti asuhan bahkan pengajian pun termasuk ke dalam
definisi organisasi masyarakat yang mesti patuh
dan tunduk terhadap asas pancasila.
Adanya pentunggalan
dalam asas organisasi masyarakat ini di sambut langsung elemen masyarakat pada
tanggal 8 februari 2013 tepatnya satu hari sebelum rancangan undang undang ini
di bahas dalam siding pleno dewan perwakilan rakyat republic Indonesia (DPR
RI),sebanyak 96 organisasi yang tergabung dalam “KASBI” termasuk di dalamnya
ormas muhammadiyah yang vocal,menolak tegas
asas tunggal pancasila dalam rancangan undang undang organisasi
masyarakat karna di nilai akan mencederai umat ,dan adanya upaya REPITISI KEBIJAKAN ORDE BARU DALAM
RANCANGAN UNDANG UNDANG ORGANISASI MASYARAKAT .
Dalam Rancangan undang
undang organisasi masyarakat pasal 2
tanggal 9 februari 2013 panjang mendrafkan bahwa “asas ormas adalah tidak boleh
bertentangan dengan pancasila dan undang undang dasar 1945”.Hal ini sangatlah
bersebrangan dengan spirit reformasi yang termaktub dalam TAP MPR nomer 18/1998
dan berusaha menhidupkan kembali TAP MPR nomer 2/1978 yang mengsakralkan
pancasila dan menjadikan pancasila sebagai close
ideology yang mencengkram semua
aspek berkehidupan dan bernegara.
Seiring gencarna
penolakan terhadap pancasila sebagai asas tunggal.dalam draf rancangan undang undang organisasi masyarakat
panjang mengeluarkan versi baru dalam asas organisasi masyarakat sesuai yang
tercantum dalam pasal 2 yang menyatakan “ asas organisasi masyarakat adalah
pancasila dan undang undang dasar 1945 ,serta dapat mencantumkan asas lain yang
tidak bertentangan dengan pancasila dan undang undang dasar 1945 “.
Dengan adanya
kemunduran rancangan undang undang organisasi masyarakat dari draf awalnya sama
sekali tidak menjadikan sebuah jaminan bagi organisasi masyarakat untuk
menerima dan menghentikan aksinya dalam menuntut rancangan undang undang
organisasi masyarakat ini di cabut dan di hentikan pembahasanya di Rapat
panja Dewan perwakilan rakyat (DPR RI) .
patsalnya dalam beberapa pasal di tenggarai akan di jadikan oleh pemerintah
sebagai instrument refresi layaknya orde baru .
Pasal 4 mencantumkan
bahwa “ Organisasi masyarakat bersifat
sukarela,social,mandiri,nirlaba, demokratis dan bukan merupakan organisasi
sayap partai politik”. Bukankah pasal ini merupakan sebuah Rancangan undang
undang yang diskriminatif di mana pemerintah menghendaki dengan rancangan
undang undang organisasi masyarakat ini
dapat mengontrol semua kegiatan, pendirian,akuntabilitas dan transparasi
organissasi masyarakat akan tetapi di sisi lain pemerintah dalam rancangan
undang undang ini mengihwalkan
organisasi sayap partai politik,kalau bukan sebagai instrument
koorperatif dan mesin penggerak pemerintah yang refresif lalu apalagi nama yang
pantas buat rancangan undang undang organisasi masyarakat ini. RUU ini lebih
mirip kebijakan orde baru terhadap golongan karya (GOLKAR) yang mengihwalkan
nya dari partai politik pada masa itu bukan kah ini sebuah refitisi kebijakan
ala orde baru.
Adanya unsure
pengekangan dan pembungkaman terhadap
sikap kritis organisasi masyarakat khususnya yang bersifat politik seperti
menggalang aksi demokrasi guna memberikan input atau mengkritiki setiap
kebijakan pemerintah Nampak jelas pada pasal 7 tentang bidang kegiatan
organisasi masyarakat yang tidak di kehendaki adanya unsur unsur politik di
setiap kegiatannya.
Masalag akuntabilitas
pun tidak luput dari pembridelan rancangan undang undang organisasi masyarakat
pada pasal 38 (2) : “keuangan organisasi masyarakat sebagai mana di maksud ayat
1 harus di kelola secara transparan dan akutanbilitas “. Dalam kata lain ormas
wajib membuat laporan pertanggung jawaban(LPJ) keuangan sesuai dengan standar
akuntasi dan administrasi secara umum atau sesuai dengan anggaran dasar dan
atau anggaran rumah tangga (AD/ART) akan tetapi pada pasal ini tidak
menjelaskan kepada pihak mana Laporan pertanggung jawaban (LPJ) itu di serahkan ,apabila laporan pertanggung jawaban (LPJ) ini mesti dui
serahkan kepada pemerintah mau di apakan oleh pemerintah dan apakah konsekuensi
dari laporan pertanggung jawaban(LPJ) itu jika di serahkan kepada pemerintah.
“wajarlah apabila
sumber dana atau hibah organisasi masyarakat itu dari APBN,APBD,atau pihak
asing organisasi masyarakat di mintai Laporan pertanggung jawaban(LPJ) dalam
bentuk keuangan oleh pemerintah karna pemerintah melihat Hak utnuk bertanya
/angket tehadap transparasi keuangan dan sumber bantuanlain yang di terima
organisasi masyarakat . akan tetapi apabila dana hibah itu dari iuran anggota
atau pun sumbangan sukarela masyarakat yang berniat mengrahasiakan identitasnya
mestikah pemerintah dengan rancangan undang undang organisasi masyarakat melaui
pasal 61 (3) melarang organisasi masyarakat untuk menerima pemberian Hamba
Allah berupa uang barang atau pun jasa dari pihak manapun tanpa mencantumkan
identitas yang jelas . bukankah larangan ini akan mengubur dalam dalam jiwa
pilan tropi masyarakat Indonesia.”(pemateri himpunan mahasiswa
islam(hmi),diskusi,17 april 2013)”.
Rancangan undang undang
organisasi masyarakat ini di lihat dari sisi manapun tidaklah relavan terhadap
proses demokratisasi akan tetapi keberadaan sangatlah di urgensikan oleh
pemerintah terkait makin menjamurnya organisasi masyarakat berupa Lembaga
swadaya masyarakat (LSM) yang di danai oleh pihak asing dan di kuatirkan akan
menjadi kepanjangan pihak pihak asing terhadap Indonesia . dalam kenyataanya
rancangan undang undang organisasi masyarakat ini lebih banyak terdapat pasal
pasal yang akan mengancam proses demokratisasi
yang di canangkan pasca reformaasi dan menjadikan rancangan undang
undang organisasi masyarakat ini sebagai pintu kembalinya pemerintahan otoriter
yang refresif , finah fitnah terhadap organisasi masyarakat yang tidak sesuai
dan di anggap keberadaanya mengancam rejim penguasa akan terulang sekaligus refertisi kebijakan ala orde baru sangat
mungkin kembali di terapkan melalui rancangan undang undang organisasi
masyarakat ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar