Sabtu, 29 Juni 2013

elit dan perkembangan partai sosialis di timor leste


A.                SEJARAH PARTAI KOMUNIS TIMOMR LESTE
Sosialisme akan menghapus pertentangan kelas, dan kelas, tetapi revolusi menghantar perjuangan kelas sampai pada tensinya yang paling tinggi. Selama periode revolusi, hanya kesadaran kita akan ketertindasan yang dapat mempersatukan kita para pekerja dan petani dalam perjuangan melawan para penghisap.
Pada pemilu periode pertama dan periode kedua 2002-2007 Partai Sosialis mengikuti pemilu dengan 8 basis partai yang ada di 6 Desa yaitu; Kairui, Laclubar Sub-Distrik Laleia Distrik Manatuto dan Laline Ahik Perbatasan Manatuto, Malabe Sub-Distrik Atsabe Distrik Ermera, Lalabou Sub-Distrik Ossu Distrik Viqueque, Maubara Lisa dan Lisa Dila Sub-Distrik Maubara Distrik Liquisa, Caibada Oemua Distrik Baucau, ketika itu para pemilih di Distrik Oecusse memberikan 200 lebih suara tampa struktur partai sosialis.
Dari semua basis partai yang ada Partai Sosialis mengimplementasikan program pertanian melalui koperasi dari pembentukan koperasi tersebut kepemimpinan partai mengajarkan bagaimana membangun ekonomia sosialis dimana semua anggota militant bekerja secara sukarela pada ladang-ladang pertanian yang dimiliki oleh mereka para petani. Dengan demikian keterikatan emosional dan keterikatan ideologis yang menentukan sikap mereka untuk menetap sebagai militant partai yang setiap.
Ketika kongres pertama Partai Sosialis diadakan dengan dihadiri oleh 100 orang dari utusan 8 basis dari 6 Desa. Kongres kedua dilakukan di Kantor Partai Sosialis Balide hanya dihadiri oleh perwakilan basis Partai Sosialis dari 6 Desa. Setelah Presiden Partai Sosialis diberikan kesempatan untuk menjabat sebagai Sekretaris Negara Urusan Politik dan Energi, nama Partai Sosialis pun kembali muncul karena mendapat protes dari kepemimpinan partai oposisi dan partai lain. Melalui program-program pemerintah yang dimplementasikan oleh Sekretaris Negara Urusan Politik dan Energy selaku President Partai Sosialis nama Partai Sosialis pun dibicarakan di kalangan bawa masyarakat kecil.
Kongres ketiga diselengarakan di Dili di Auditoriun ETDA Fatuhada pada 2009 dihadiri oleh 300 orang, setelah melakukan perubahan terhadap Bendera Partai,menetapkan program politik Partai Sosialis dan perombakan terhadap struktur partai serta mengangkat 16 komisaris politik untuk 13 Distrik. Partai Sosialis mulai mengorganisir Pembentukkan basis Partai Sosialis dengan mendirikan Komite Basis Rakyat dari Aldeia (RT), Suco (Desa), Sub-Distrik(Kecamatan) sampai Distrik(Kabupaten). Setelah dua tahun para komisaris politik bekerja mendirikan Komite Basis Rakyat disetiap Aldeia(RT) dan melakukan sosialisasi program partai sampai ditingkat Aldeia(RT).
Pada konferensi Nasional kedua dan Perayaan 30 tahun OJECTIL-AST dan 20 tahun berdirinya Partai Sosialis Timor semua struktur basis partai dihadirkan pada Konferensi Nasional di Centro Convensaun Dili CCD, pada tanggal 20 Desember 2011, sekitar 1500 militan partai Sosialis yang hadiri saat itu, namun karena gedung tersebut tidak memadai struktur basis lama Partai Sosialis dari Kairui terpaksa harus kembali karena gedung tersebut hanya bisa menampung 1000 orang.
Kondisi social politik dan ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat Timor-Leste memungkinkan Partai Sosialis berkembang menjadi partai yang diperhitungkan dalam pemilu bulan Juni mendatang. Kehadiran President Partai Sosialis didalam pemerintahan AMP dengan paket program elektrifikasi rural membuat Partai Sosialis semakin berkembang, hal itu menyebabkan ketakutan ditingkat elit politik kepemimpinan partai-partai politik lain yang takut akan kehilangan suara di pemilu mendatang. Kebijakan politik yang diimplementasikan membuat partai oposisi dan partai-partai yang memiliki kursi di Parlemen Nasional Kewalahan, disatu sisi oposisi mendukung program tersebut namun disisi lain Oposisi dalam perdebatan anggaran belanja Negara oposisi tidak berani mendukung penambahan anggaran terhadap program tersebut. Semakin mereka mengkritis penyalahgunaan jabatan nama Partai Sosialis pun semakin ada dalam dalam pikiran rakyat kecil di seluruh pelosok Timor-Leste yang membutuhkan listrik.
Perdebatan anggaran belanja Negara dua tahun terakhir, anggaran untuk program elektrifikasi rural terus dipotong. Pemotongan anggaran terjadi setelah Partai Sosialis merayakan hari buruh sedunia pada tanggal 1 Mei 2010 dengan menurunkan massa sekitar 6000 pendukung membanjiri kota Dili. Akibat dari aksi tersebut anggaran terhadap program pemerintahan yang dijalankan Sekretaris Negara Urusan Politik dan Energi yang dipimpin oleh Presiden Partai Sosialis dipotong.
Pemotongan anggaran belanja Negara terhadap program elektrifikasi rural semakin banyak permintaan dari semua Kepala yang membawa pembangunan Listrik masuk Desa, bukan karena ketidaksuksesannya melainkan karena Partai Sosialis semakin membesar. Walaupun anggaran tahun kementerian yang dipimpin Presiden terus dipotong selama dua tahun terakhir namun tidak dapat menghambat perkembangan ideology sosialisme yang kian hari terus berkembang. Karena kesadaran rakyat akan kondisi social politik dan ekonomi semakin meningkat, ketidakpuasan rakyat terhadap kepemimpinan partai lain tidak dapat dihentikan oleh nasi kotak acara konsolidasi Partai Politik yang menghabiskan uang untuk menarik simpati rakyat, kondisi obyektif memungkinkan perkembangan Partai Sosialis. Apa yang terjadi ketika partai-partai yang selama ini dikatakan partai yang besar melakukan konsolidasi masyarakat berbondong-bondong ikut meramaikan konsolidasi partai-partai tersebut karena diberikan gratis. Seperti kejadian di Natarbora dan Viqueque ketika CNRT dan Partai FRETILIN rakyat berbondong-bondong datang untuk mengikuti konsolidasi partai-partai tersebut.
Hal tersebut terjadi juga pada Partai Sosialis juga namun karena ideology SOSIALISME yang dianut oleh Partai Sosialis, namun Presiden Partai Sosialis mengunakan kesempatan itu untuk menjelaskan tentang Apa itu SOSIALISME? DAN APA ITU KOMUNISME? Dengan menjelaskan system politik dan ekonomi sosialis kepada masyarakat, serta pidato-pidato yang edukatif terhadap masyarakat tentang bagaimana membangun partai dari Aldeia ke Kota. Seperti kata presiden partai sosialis diberbagai tempat konsolidasi; “kami mendirikan partai tujuan utama bukan untuk mencari kemenangan, tujuan utama kami mendirikan partai untuk mengajari artinya partai harus tampil sebagai institusi pendidikan non formal, tujuan kedua partai adalah alat/instrument pembangunan, ketiga baru partai memiliki proyeksi menuju kekuasaan”.
Ideologi semakin marak dibicarakan ketika pertemuan partai-partai politik yang diselengarakan oleh Komisi Pemilihan Umum atau dalam bahasa Portugues Comissao Nacional Eleitoral(CNE) digedung Dili Convention Center yang saat itu dengan dihadiri oleh 24 partai politik, Presiden Republik Demokrat Timor-Leste Ramos Horta secara terbuka melalui siaran langsung televise Timor-Leste mengatakan kepada seluruh kepemimpinan partai politik yang hadir dalam pertemuan tersebut bahwa; Ideologi di dunia ini hanya ada dua yaitu; KAPITALISME DAN SOSIALISME.
Atas keyakinan politik ideologis Partai Sosialis Timor PST siap untuk mengahadpi pemilu 2012 bulan juni mendatang, Bendera Partai Sosialis sekarang telah berkibar diseluruh pelosok desa diseluruh penjuru Timor-Leste. Partai Sosialis adalah satu-satunya partai politik yang secara terbuka kepada masyarakat Timor-Leste mengadopsi ideology kiri sosialis terus memperluas struktur basis partai di seluruh wilayah Timor-Leste tertutama di daerah pelosok dari Aldeia (RT Rukung Tetangga), Suco (Desa), Sub-Distrik(Kecamatan) dan Distrik(Kabupaten).
Terjadi afiliasi dari militant partai politik yang satu ke partai politik yang lain secara besar-besaran. Akibat dari ketidakpuasan yang terjadi selama periode pemerintahan Aliansi Mayoritas Parlemen (AMP). Dari pembentuk AMP Kepemimpinan Utama President Partai Sosialis Shalar Kossi FF(Avelino Coelho) diberi kesempatan untuk menduduki jabatan Sekretaris Negara urusan Politik dan Energy oleh mantan pemimpin guerilyawan Timor-Leste Kay Rala Xanana Gusmao. Kesempatan itu ditawarkan dan diberikan ketika Partai Sosialis kalah dalam dalam pemilu 2007.
Penawaran dan pemberian Jabatan Sekretaris Negara tersebut mengundang reaksi yang keras dari Partai Oposisi maupun partai-partai politik yang berkoalisi. Banyak pemimpin partai yang tidak suka akan kehadiran kepemimpinan partai kiri di dalam pemerintahan para pemimpin partai politik melakukan protes terhadap pengangkatan kepemimpinan Partai Sosialis Timor(PST) untuk menduduki jabatan tersebut. Namun semua itu berlalu karena keputusan sepenuh ada ditangan perdana yang diangkat oleh partai-partai yang berkoalisi sesuai Konstitusi saat itu, yang dinamakan Aliansi Mayoritas Parlemen (AMP). Kepemimpinan Partai Sosialis itu muncul dengan ide-ide baru sesuai dengan perkembangan dunia dan kebijakan pemerintahan di seluruh Negara terhadap Energy. Melalui kementerian yang dipimpin oleh kepemimpinan Partai Sosialis tersebut masyarakat luas terutama rakyat Timor-Leste mulai mengenal lebih jauh tentang kemampuan seorang pemimpin partai dalam mengelolah management sebuah kementerian dalam pemerintahan.
Kehadiran Presiden Partai Sosialis di pemerintahan AMP secara perorangan diberi kesempatan akan tetapi kebanyakan masyarakat mengenal kepemimpinan tersebut adalah pemimpin Partai Sosialis yang tidak mendapat kursi di parlemen nasional pada pemilu 2007.
Kesempatan itu menjadi ajang pertarungan nama dan kemampuan kepemimpinan partai-partai yang berkoalisi tidak termasuk Partai Sosialis. Kemampuan intelektual dan kemampuannya dalam menangangi organisasi politik berhasil membuat suatu kebijakan politik dalam kementerian tersebut terhadap kepentingan rakyat. Dari kebijakan politik tentang elektrifikasi daerah-daerah pedesaan lebih-lebih memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada rakyat akan kebijakan tersebut tentang potensi-potensi Energi yang ada di Timor-Leste. Kebijakan politik yang ditetapkan lebih memberikan kekuasaan penuh kepada kepala Desa dan kelompok masyarakat bawah. Selain pemahaman dan pengetahuan rakyat tentang potensi-potensi bagi pengembangan energy, kedekatan dan kakraban serta ikatan emosional antara kemimpinan Partai Sosialis sebagai Sekretaris Negara lebih dekat dengan masyarakat kecil. Dari hubungan tersebut nama Partai Sosialis tertanam dalam pikiran masyarakat kelas bawah para petani.
Dalam Pemerintahan AMP yang semula diprotes dan diragukan kapasitasnya untuk mengelolah sebuah kementerian karena latarbelakang pendidikan yang bukanlah seseorang yang berlatarbelakang teknik menyebabkan terjadinya perpindahan pendukung dari partai-partai yang memiliki kursi di Parlemen ke Partai Sosialis yang tidak memiliki kursi di Parlemen. Dari semua Desa diseluruh Distrik yang didatangi oleh Sekretaris Negara Urusan Politic Energic. Untuk mengimplementasikan program pemerintah elektrifikasi rural/listrik untuk rakyat di daerah-daerah pelosok yang tidak terjangkau membuat rakyat kecil dan para kepala Desa mulai berbicara tentang Kepemimpinan politik yang baik seperti kata beberapa kepala Desa dari partai Oposisi dan partai-partai yang memiliki kursi di Parlemen.
“….kepemimpinan politik yang baik adalah orang yang mengerti akan kebutuhan masyarakat dasar masyarakat kelas bawa. Kami yang menjabat sebagai pemerintah yang paling kecil ditingkat Desa, kami hanya mengharapkan para pemimpin politik yang dipilih menghargai para pemilih karena suara yang diberikan itu adalah “kekuasan” kekuasaan yang diberikan melalui suara kami harus dikembalikan kepada kami masyarakat kecil dengan suatu program kongkret. Ketidakpuasan muncul dikalangan bawa karena ketipedulian para pemimpin partai politik hanya lima tahun sekali datang buat janji lalu pergi lima tahun berikutnya datang lagi….”
Karui Sub-Distrito Manatuto, adalah basis lama Partai Sosialis, Kepala Desa setempat menjabat sebagai Komisaris Politik Partai Sosialis, dua periode pemilu yang lalu 2002 dan 2007 suara Partai Sosialis tidak berubah, walaupun hampir 10 tahun ditinggalkan tapi para petani di Desa tersebut tetap masih setiap pada Ideologi kiri yang telah ditanamkan.
Ketika setelah presiden Partai Sosialis mengadakan kunjungan kembali ke Desa tersebut masyarakat dari Desa tersebut menerima kedatangan Presiden Partai Sosialis Shalar Kossi FF dan wakilnya Fatuk Mutin dengan air mata, kejadian tersebut menjadi omongan semua masyarakat yang mengikuti berita nasional tentang konsolidasi partai-partai politik di Timor-Leste. Hal itu hanya terjadi pada Partai Sosialis dari semua berita yang tentang konsolidasi semua partai politik
Dari wawancara dengan seorang militan wanita berumur sekitar 45 tahun lebih, bernama Domingas Freitas setelah usai acara pengibaran kembali bendera Partai Sosialis yang baru dan pidato Presiden Partai Sosialis, militan wanita tersebut yang adalah pengurus Komite Basis Rakyat dari Kairui mengatakan; “Setelah 450 tahun di bawah colonial Portugues, 24 tahun dibawah okupasi militer Indonesia dan 10 tahun merdeka ketika Prseident Kita, Presiden Partai Sosialis diberi kesempatan untuk memimpin dia mengajarkan kita pengetahuan tentang sesuatu yang baru dalam memberikan kita terang”. Lebih lanjut wanita tersebut mengatakan Kita adalah rakyat kecil yang miskin akan pengetahuan tentang segala sumber untuk Energy dan juga kehadirannya di pemerintahan AMP membuka pikiran kita tentang POLITIK dan bagaimana membuat kebijakan politik yang melindungi kepentingan rakyat yang tidak mampu untuk akan kekayaan yang sesungguhnya yang kita miliki terutama tentang segala sesuatu yang dapat dijadikan untuk energy bagi penyerangan atau listrik bagi rakyat kecil, seperti yang telah dia implementasikan di Desa Ponilala Distrik Ermera, mengunakan kotoran sapi untuk energy listrik bagi Desa tersebut”.
Seperti kata seorang kepala Desa di Hatudu Distritk Ainaro keada Presidente Partai Sosialis, ‘Bapak Sekretaris Negara’! ketika pemilu 2002 dan 2007 kotak suara Parta Sosialis hanya satu suara dan Partai Sosialis tidak memiliki kursi di parlemen tapi anda sebagai Sekretaris Negara anda dating ke Desa kami dengan jalan kaki. Namun Partai Partai Politik yang lain suara mereka dikotak pemilu penuh tapi hingga saat ini, detik ini, tidak ada seorang pun yang datang untuk berbuat sesuatu disini.
Ketidakpuasan terhadap kepemimpinan Partai Politik terus mencuat kepermukaan, kepala desa Hatudu Distrik Ainaro, di Turiskai Distrik Same perwakilan dari 8 Desa dilantik menjadi pengurus Partai Sosialis, salah satu dari kepala Desa dari Suco Orana setelah dilantik dan menerima pengukuhan melalui sumpah Sosialis mengatakan bahwa dua periode pemilu 2002 dan pemilu 2007 kami sebagai militan partai besar partai oposisi/Partai FRETILIN kami tidak pernah berubah partai kehadiran Kepemimpinan Partai Sosialis dalam pemerintah AMP dengan program yang dimplemntasi kepada masyarakat kelas bawa terutama dipedesaan membuka pengetahuan kami akan segala sesuatu yang baru bagi kami. Kami diberi kepercayaan dan kekuasaan membangun kehidupan Rakyat yang memilih kami sebagai kepala Desa. Kami tidak terus menerus berbicara sejarah kami harus diajari atau diberikan pendidikan secara informal melalui pidato-pidato yang programatif seperti program-program partai bagaimana membangun desa kami. Dan sekarang kami tidak akan salah mengikuti Partai Politik benar karena mengajarkan doktrin bagi kehidupan riil di dunia ini.
Berbeda dengan para kepala Desa, di kecamatan Laga dan Garaiwai Distrik Baucau para militant radikal partai oposisi yang pindah ke Partai Sosialis yang mempertahankan ideology yang diperjuangkan oleh FRETILIN pada masa perjuangan. Ketika pada masa perjuangan rakyat belajar tentang kebersamaan melalui pratek-pratek program-program sosialis dihutan(Base de Apoio 75-78 Baze de Apoio dihancur oleh operasi kikis yang dipimpim oleh Jenderal Beny Moerdani). Dalam pertemuan dengan militant Partai FRETILIN dan CPD RDTL President Partai Sosialis mengatakan bahwa pada pemilu pertama 2002 Partai Sosialis mengajukan tuntutan restorasi kemerdekaan yang diproklamirkan pada Tanggal 28 November 1975 harus berpijak pada 5 pilar yaitu restorasi Konstitusi 75, restorasi Lagu Nasional, Nama Negara RDTL, Text Proklamasi dan dua nama Proklamator dengan satu Konsensus politik nasional tentang amandament konstitusi 75. Oleh karena itu kepemimpinan Partai Sosialis saat itu mendirikan Comissao Politico para Defesa da RDTL(CPD-RDTL).
Untuk pemilu 2012 bulan Juni mendatang, dengan tuntutan untuk memperbaiki system politik dan ekonomi Partai Sosialis memperjuangkan Tanah untuk Tani, Pabrik untuk Buruh/Saham untuk Buruh demi membangun masyarakat baru menuju Sosialisme. Untuk mengsuksekan tuntutan politik tersebut maka siapa saja yang ingin masuk Partai Sosialis harus yakin bahwa basis fundamental perekonomian bangsa adalah pertanian.
Di Sub-Distrik Atsabe Distrito Ermera lima Desa; Lauana, Katrai Kraik, Katrai Leten, Baboe Leten dan Limea kembali terjadi perpindahan militant partai politik dari Partai Demokrat PD ke Partai Sosialis, ke-5 Desa tersebut adalah Basis Partai Demokrat. Perpindahan militant partai politik tersebut terjadi karena ketidakpuasan terhadap kepemimpinan Partai Demokrat yang juga adalah bagian dari pemerintahan Koalisi AMP. Pada pemilu 2002 dan 2007 Partai Demokrat memenangkan suara maioritas di Distrik Ermera terutama beberapa Sub-Distrik seperti Atsabe dan Hatolia A, Hatolia B. Namun setelah kepemimpinan Partai Demokrat PD berada dikekuasaan dalam koalisi Aliansi Mayoritas Parlemen (AMP) periode 2007 sampai 2012 tidak adalakan perubahan dalam kondisi kehidupan rakyat Ermera. Salah satu mantan kordenador PD dari desa Lauana bernama Jaime mengatakan; kami memilih pindah dari PD ke Partai Sosialis karena kami tidak mau dibohongi lagi, kesadaran kami yang menghantarkan kami untuk pindah partai politik hari ini tanggal 04 Januari 2012, kami datang kesini dari ke-5 Desa, terdiri 189 adalah pengurus mereka yang akan dilantik sebagai pengurus bagi Komite Basis Rakyat Partai Sosialis kami pindah atau datang dengan kesadaran penuh, karena kami melihat bahwa ideology sosialisme yang dianut oleh PST itu merupakan jalan kebenaran menuju kehidupan yang sebenarnya bagi maiyoritas petani Ermera yang kaya akan perkebunan kopi.
Perjuangan Partai Sosialis dengan tuntutan politik akan “Tanah untuk Petani Pabrik untuk Buruh/Saham untuk Petani dan Buruh” merupakan tuntutan rakyat yang sebenarnya kata; Julio Soares, mantan Militant Partai Demokrat yang juga adalah eks anggota RENETIL di Malang pada masa perjuangan kemerdekaan. Karena mayoritas petani Ermera adalah petani kopi, harga kopi ditentukan oleh mereka para perusahan yang membeli kopi, petani kopi membutuhkan suatu kebijakan politik yang dapat menguntungkan rakyat.
Lebih lanjut mantan kordinator PD tersebut yang berkumpul disini (Di Lauana) sebagaimana mengatakan “kepada para pengikutnya bahwa pemilihan 2012 bulan Juni mendatang kita memilih Partai Politik memiliki ideology yang jelas. Dua periode yang lalu 2002-2007 kita telah salah memberikan suara kita kepada orang-orang kanan yang datang dengan janji-janji, satu minggu yang mereka dating kembali untuk membangun kembali strutur partai democrat yang mereka lupakan selama masa kekuasan mereka 5 tahun di pemerintahan. Eks-Kordinator PD tersebut juga mengatakan bahwa telah menyampaikan kepada kepemimpinan Partai Demokrat bahwa sekarang kami yang menentukan masadepan kami dan anak-anak. Bersama bendera merah kami akan berjuang untuk kemenangan. Biarkan kami memilih yang pernah kalah menuju kemenangan baru yang bukan kemenangan partai melainkan kemenangan kami para petani dan buruh.
Kepala Desa Lauana dalam perbincangan dengan kepemimpinan Partai Sosialis jauh hari sebelum acara pelantikan pengurus basis partai mengatakan rakyat kita yang miskin ini kehidupan kita tergantung pada penjualan produk-produk local dari kebun mereka dan kami tidak meminta uang yang kalian dapatkan dari hasil suara kami, yang kami ingin adalah perbaikan terhadap kehidupan kami, kami membutuhkan listrik, air bersih dan perbaikan jalan raya.
Hal yang sama terjadi di Desa Rai robo Sub-Distrik Atabae, Distrik Maliana, kepala Desa tersebut adalah salah-satu mantan tentara Timor-Leste dari 600 tentara (FALINTIL-FFDTL) yang dipecat. Kepala Desa tersebut yang mengorganisir rakyatnya untuk datang menghadiri pelantikan pengurus Circulo Revolucionario(CR) dan Central Kordinasi Organisasi Politik dan Produksi(CKOPP) adalah merupakan badan Partai Sosialis yang mengawasi dan memberikan pendidikan politik ideologis terhadap militant partai di setiap Komite Basis Rakyat di wilayah barat Timor-Leste. Kepada Secretario CR kawan Fatuk Mutin(Antonio Lopez), Pedro da Cruz kepala Desa Rairobo mengatakan; pada pemilu 2002 Partai FRETILIN menang mayoritas, pemilu 2007 Partai Demokrat PD mengunakan kami para petisionario untuk memenangkan suara di Desa Rairobo saya sebagai kepala Desa menyerukan kepada rakyat pilih Partai Demokrat PD namun nasib rakyat saya kehidupannya tidak berubah 450 tahun Desa ini dalam kegegalan, 24 tahun jaman okupasi tetap dalam kegegalapan 10 tahun Negara kita MERDEKA masih saja dalam kegegelapan. Suara kami digunakan untuk mendapat kekuasaan setelah mendapat kekuasaan rakyat kami tidak dihargai, Kata; Pedro da Cruz, Kepala Desa Rairobo.
Dalam percakapan tentang Partai Sosialis Timor: Pedro da Cruz mengatakan; “saya pertama kali menghadiri konsolidasi Partai Sosialis di Atabae saya mendengar pidato President Partai Sosialis tentang program-program Partai Sosialis, dari cara penyampaiannya adalah sangat edukatif, pemimpin yang mau mengajarkan rakyat akan politik dan mau mengajarkan rakyat tentang pengetahuan bagaimana membangun ekonomi rakyat itu sendiri”.
Berbeda dengan Desa-Desa lain di Timor-Leste. Di Desa Behau Sub-Distrik Metinaro Distrik Manatuto President Partai Sosialis berpidato dengan nada yang konfrontatif dengan para militant partai FRETILIN dan ASDT. Dalam pidato dihadapan para militant partai tersebut yang pindah ke Partai Sosialis mengatakan jika hari ini kalian datang dengan harapan bahwa pindah ke Partai Sosialis untuk mendapatkan sesuatu dari Partai Sosialis kalian telah salah jalan, Lebih baik kembali ke Partai mana yang pernah berikan suara pada pemilu 2002 dan 2007. Karena Partai Sosialis adalah partai yang perjuangan nya mewakili petani dan buruh. Kalian datang dan masuk Partai Sosialis untuk bekerja dan berjuang bersama, berjuang demi kehidupan yang adil dan merata.
Setelah pidato President Partai Sosialis membuka diskusi dengan para militant yang pindah dari partai lain ke Partai Sosialis tersebut. Dari diskusi tanya jawab yang terjadi para militant dari partai lain tersebut mengatakan dalam pemilu dua periode lalu kami telah memberikan suara kepada partai besar kemenangan telah kami berikan kepada mereka namun tidak perubahan yang signifikan dalam hidup kami dating dan mengatakan diri masuk Partai Sosialis karena ideology bukan karena mengharapkan sesuatu dari partai. Sekarang biarkan kami memberikan suara kami kepada partai politik yang memiliki ideology politik yang jelas. Kami menginginkan partai yang dapat mengajari kami tentang pengetahuan politik, tentang bagaimana memanfaatkan segala sesuatu yang kami miliki seperti tanah perkebunan guna menghasilkan pendapatan bagi kehidupan kami. Seperti kata President Partai Sosialis;
……. “Partai Sosialis didirikan sebagai Lembaga Politik untuk pendidikan informal. Artinya mendirikan Partai Politik tujuan utama bukan untuk kekuasaan, partai bisa menang akan tetapi jika kehidupan rakyat tidak berubah maka kemenangan itu bukanlah kemenangan rakyat yang sesungguhnya, kemenangan itu adalah kemenangan elit politik parta. Tujuan utama mendirikan partai politik untuk mengajari rakyat agar rakyat tahu akan politik dengan demikian rakyat tidak mudah dibohongi. Karena Partai Sosialis mau mengajari manusia menjadi manusia bukan mengajari manusia menjadi babi. Kalau babi yang paginya lapar dan berteriak dikasih makan diam, sore nya lagi lapar dan berteriak dikasih makam diam”.
Ketidakpuasan rakyat kian hari semakin meningkat rakyat menentukan pilihan mereka. Bendera Partai Sosialis terus berkibar dari Desa ke Desa Ideologi SOSIALISME terus menjalar bagaikan jamur, di Desa mana kepemimpinan Partai Sosialis menginjakan kakinya ideology partai pasti menjalar, kata-kata yang keluar dari mulut sang President Partai Sosialis bagaikan virus yang cepat menular keseluruh sel-sel darah merah.
Setelah 10 tahun merdeka kondisi-kondisi obyektif di Timor-Leste seperti apa yang dikatakan oleh Marx bahwa; sosialisme itu bukan suatu ideal yang subyektif. Ia lahir bukan pertama-tama karena disukai atau diinginkan orang. Ia lahir sebagai resultat yang obyektif dari sejarah ekonomi kapitalis, disukai atau tidak, diinginkan atau tidak.


B.     ELIT POLITIK TIMOR LESTE
Banyak definisi yang berbeda mengenai konsep dan pengertian ‘elit politik’. Ada yang mendefinisikan sebagai kumpulan orang-orang yang berhasil mencapai kedudukan dominan dalam sistem politik dan kehidupan masyarakat (memiliki kekuasaan, kekayaan dan kehormatan).
Ada pula yang memaknai bahwa ‘elit politik’ merupakan kelompok kecil dari warganegara yang berkuasa dalam sistem politik, dengan memiliki kewenangan yang luas untuk mendinamisasikan struktur dan fungsi sebuah sistem politik. Secara operasional para elit politik atau elit penguasa mendominasi segi kehidupan dalam sistem politik. Pada akhirnya, penentuan kebijakan sangat ditentukan oleh kelompok elit politik.
Selain itu, ada juga yang memahaminya sebagai segolongan kecil orang yang duduk dalam puncak paramida susunan masyarakat sebagai hasil dari kontradiksi kelas dalam masyarakat.
Baik, artikel ini mencoba tidak mengikatkan diri pada satu atau banyaknya definisi mengenai ‘elit politik’ walaupun setiap konsep dan definisi yang ada akan berpengaruh pada analisa mengenai hal-hal yang berhubungan dengan elit politik di Timor Leste. Tulisan ini lebih menekankan pada asal-usul munculnya elit politik di Timor Leste dalam seetiap fase sejarahnya. Dengan demikian, setidak-tidaknya kita akan memiliki gambaran awal mengenai siapa, apa dan bagaimana elit politik Timor Leste itu: rekontruksi awal.

a.       Elit Politik Era Kolonialisme
Jika dicermati lebih lanjut, dalam sejarahnya sebagai kota penghubung (satelit), maka Dili tidak benar-benar mampu memunculkan segolongan orang yang kaya secara ekonomi atau Dili belum pernah dihuni oleh golongan kapitalis yang benar-benar dominan secara ekonomi. Artinya, sejak di masa silam, tidak ada aktivitas penanaman modal secara besar-besaran di kota Dili.[1][3] Dili tak ubahnya gudang tempat penyimpanan barang sebelum dikirimkan ke negara-negara tujuan. Dili hanya menjadi kota transit bagi para pengusaha China yang melakukan kegiatan ekspor-import. Dili hanya dijadikan sebagai tempat transit bagi para pejabat pemerintahan.
Ketidakmunculannya golongan yang dominan tersebut, lebih banyak disebabkan oleh faktor ketiadaannya kebijakan pemerintah Portugal di masa lalu terkait dengan investasi modal. Pemerintah Portugal semenjak menguasai Timor Leste secara sengaja membiarkan keadaan ini. Dengan tiadanya kebijakan politik pemerintah terkait dengan investasi, maka hanya melahirkan segolongan pebisnis atau pedagang yang menjual dan membeli barang, di mana uang hasil jualan selanjutnya ditabung dan dikirim ke negara asal tempat para pedagang tersebut (di masa lalu, didominasi oleh etnik China). Maka, tidaklah aneh lagi bila di sepanjang penjuru negeri Timor Leste tidak dijumpai adanya bangunan dan sarana infrastruktur lain sebagai pusat memproduksi barang dan modal. Artinya, di era kolonialisme Portugal, tidak ada kebijakan yang mendorong orang pribumi untuk tumbuh dan tampil sebagai pelaku/pemain ekonomi utama. Kebijakan demikian benar-benar mengakibatkan situasi yang menakutkan bagi para pemimpin perjuangan ketika Dili dan Timor Leste dilanda konflik politik antara FRETILIN versus UDT serta ancaman invasi yang dilakukan oleh militer Indonesia tahun 1975. Para pengusaha China banyak yang angkat kaki meninggalkan Dili dengan membawa harta kekayaannya (uangnya) ke luar negeri (Australia, Hongkong, Taiwan).

APODETI dan UDT, 1975



Kebijakan yang agak berbeda, selanjutnya dilakukan oleh penguasa Indonesia di era Propinsi Timor-Timur. Walaupun pada awalnya, penguasa Jakarta menyatakan Timor Timur sebagai wilayah yang tertutup (terkait dengan operasi militer), namun memasuki tahun 1990-an, Jakarta mulai mendorong kegiatan investasi di Timor Leste, khususnya Dili. Persoalannya adalah, orang-orang pribumi yang mencoba ditampilkan secara ekonomi ini adalah orang-orang yang secara politik pro pada kebijakan Jakarta. Selain itu juga, mayoritas para pelaku bisnis pada saat itu, kebanyakan adalah orang-orang non Timor Leste.
Bila di era Portugis, elit ekonomi relative berdiri sendiri (meskipun ada ketergantungan pada penguasa politik Portugal), maka di era Indonesia para elit
ekonomi menyatu dan sekaligus muncul sebagai elit politik. Banyak pejabat propinsi yang berwajah ganda, yakni sebagai politisi sekaligus pelaksana/pemilik proyek pemerintahan. Kondisi demikian juga terjadi di kabupaten: pejabat kabupaten, juga terlibat dalam kegiatan ekonomi. Pada akhirnya, kebijakan ini hampir memiliki konsekuensi yang sama dengan situasi yang pernah muncul pada tahun 1975. Saat referendum 1999, Dili dan Timor Leste dilanda kekacauan ekonomi seiring dengan banyaknya pemilik modal yang hengkang dari Dili.
Selain itu, pengintegrasian Dili dalam lingkaran perekonomian pasar dunia hanya melahirkan kekuasaan pasar yang berada di bawah kendali para elit politik. Dengan demikian, para elit politik yang benar-benar negarawan, juga belum ada. Artinya, dalam sejarahnya hampir semua elit politik Timor Leste selalu terkait dengan elit ekonominya.

b.      Elit Politik Produk Portugis
Keberhasilan Portugal dan Indonesia atas penguasaannya terhadap kota Dili menempatkan mereka tampil secara politik sebagai elit politik kota. Walaupun mereka mampu menjadi elit kota namun legitimasi mereka atas propinsi Timor Portugis/Timur sangat lemah bagi rakyat Timor Leste sendiri. Awalnya, mereka muncul bukan dari dalam perut bumi lorosa’e. mereka adalah produk import yang mencoba menghegomoni dan mendominasi pikiran dan kehidupan sosial rakyat. Pada akhirnya, elit-elit tersebut hanya mampu eksis di kota saja. Mereka kurang memiliki legitimasi atas warga pedesaan.
Eksisnya mereka di kota menandakan bahwa di kota Dili tidak ada nilai-nilai kesakralan yang mampu mengurangi legitimasi posisi dan status sosial elit-elit tersebut. Jika pun terdapat penduduk asli Dili, maka prosentasinya sangatlah kecil. Mayoritas penduduk Dili adalah kaum urban yang berasal dari daerah pedesaan yang kemudian bersinggungan/berinteraksi dengan penduduk non-Timor. Cepat atau lambat, interaksi ini juga menimbulkan munculnya komunitas baru dengan kesadaran pro pada elit-elit tersebut, termasuk golongan yang kontra.

Dom Aleixo Corte Real, "Liurai" Ainaro. Produk Portugis
Baik Portugal maupun Indonesia, memiliki kecenderungan pola yang hampir sama terkait dengan proses perekrutan terhadap para elit politik, di mana dilakukan dengan dasar pada individu-individu atau kelompok masyarakat yang pro pada mereka. Pada tahun 1930-an, Portugal mengeluarkan kebijakan “civilização”, yakni sebuah kebijakan rekruitmen terhadap kewarganegaraan (setara) Portugal. Sasaran pertamanya adalah para pemimpin lokal etnik (liurai) dan orang-orang hasil asimilasi (keturunan Portugal). Selanjutnya adalah terhadap orang-orang pribumi yang pro pada kekuasaan kolonialisme. Pendirian lembaga pendidikan dan gereja-gereja Katolik merupakan bagian dari politik sivilisasi ini.
Kebijakan sivilisasi atau pemberadaban ini menjadi pintu utama bagi masuknya ras mistiço/campuran untuk tampil dalam status yang lebih tinggi. Bagi Portugis, ras baru ini nilainya lebih tinggi dibanding dengan ras atau etnik pribumi. Darah/gen campuran non-Timor dipandang mampu membersihkan kekotoran darah penduduk pribumi. Dalam sejarahnya, para misticu ini memainkan peranan yang strategis dalam penyelamatan bangsa Portugis di Timor dan sekitarnya, seperti para Topas (Portugis Hitam---gen hasil perkawinan antara penduduk pribumi kawin dengan orang-orang Afrika yang dibawa Portugis) di Flores dan di Oequsse saat menghadapi Belanda. Kasus teraktual adalah banyaknya para mistiço yang tergabung dalam UDT yang lebih memilih tetap bergabung dengan Portugal dibanding Timor Merdeka sendiri tahun 1975.  
Selain itu, kedua penguasa kolonial tersebut juga melakukan modernisasi dan restrukturisasai atas tata pemerintahan dengan cara mengintegrasikan mereka satu administrasi pemerintahan kolonialisme. Pasca peristiwa Manufahi 1912, pemerintah Portugis melakukan perombakan terhadap struktur administrasi tradisional masyarakat Timor Leste, mulai dari nivel nasional hingga ke nivel suco/desa. Selain bertujuan untuk memuluskan pelaksanaan administrasi pemerintahan, juga bertujuan pada pelahiran elit-elit baru birokrasi. Melalui cara-cara yang demikian inilah, bagaimana para elit politik muncul dan mengukuhkan hegemoninya atas anggota masyarakat. Secara tidak langsung, model ini pula yang kemudian menimbulkan adanya dua kepemimpinan dalam masyarakat: elit formal dan informal.
Secara formal, elit masyarakat adalah orang-orang yang duduk dalam birokrasi pemerintahan. Elit ini mendapatkan dukungan dan legitimasi politik dari penguasa/elit-elit yang berada di kota Dili. Namun, elit yang masuk kategori ini kurang memiliki pengaruh sosial dalam masyarakat. Artinya, legitimasi sosial mereka lemah. Bagi masyarakat, mereka tampil sebagai elit/pemimpin di komunitasnya tidak dilandaskan pada mekanisme dan prosedur kultural yang diwariskan oleh para leluhurnya. Mereka adalah para liurai-liurai baru, yang sama sekali tidak memiliki hubungan darah dengan liurai sebagaimana yang masyarakat fahami.
Sedangkan secara informal, terdapat elit yang dalam pengaruh dan legitimasi sangat kuat dalam kehidupan social masyarakat. Kebanyakan, kedudukan para elit ini kurang mendapatkan dukungan dan berada di luar kekuasaan administrasi pemerintahan. Dengan demikian, mereka berjalan mengikuti nilai-nilai dan norma-norma “lama” yang diyakini akan kebenarannya oleh anggota komunitas.
Sebenarnya, penciptaan elit yang berbeda ini merupakan bagian dari kebijakan politik pecah-belah, yakni membelah masyarakat dalam dua kelompok, yakni kelompok yang pro pada penguasa kolonial dan sebuah kelompok lagi anti terhadap penguasa kolonial. Tanpa disadari oleh anggota komunitas setempat, mereka telah masuk dalam perangkap konflik horizontal.
Strategi perluasan dan pendirian struktur pemerintahan juga mulai dilakukan Indonesia setelah tahun 1975. Perbedaan dengan Portugal adalah bila Portugal tidak sesegera mungkin membentuk setelah menguasai Timor Leste, maka untuk Indonesia langsung membentuknya. Dengan dikuasainya kota Dili, serta merta mendirikan struktur pemerintahan propinsi di Dili. Kemudian dilanjutkan pada daerah-daerah yang berhasil ditaklukkan. Praktis, mulai tahun 1980-an, struktur pemerintahan Jakarta juga sudah ada di hampir semua daratan Timor Leste. Dari pembentukan struktur pemerintahan inilah, elit-elit politik baru muncul di Timor Leste.
Hal lain, terkait dengan asal-usul elit Dili dan Timor Leste adalah ketika kebijakan pasar menuntut pembangunan struktur hingga tingkatan basis. Pengeksplorasian kopi dan kayu cendana yang dilakukan oleh Portugis di masa lalu menuntut dibangunnya sarana pasar dengan pelaku pasar di tempat tersebut. Melalui proses ini pelaku pasar di Dili mencoba mengintegrasikan kehidupan perekonomian nasional dengan area pedesaan. Dengan pola ini, maka di area pedesaan juga mulai muncul elit-elit ekonomi lokal yang menguasai pasaran lokal yang notabene adalah elit politik setempat, yang mana dari segala aspeknya mendapatkan dukungan dari penguasa politik di Dili.
Jadi, elit politik Timor Leste di masa lalu adalah sekumpulan orang-orang yang eksistensinya sangat tergantung pada elit sentral. Mereka tidak memiliki basis social yang kuat. Ibarat pohon, akar mereka berada di atas bukan di bawah.
masuk dalam lingkaran ini adalah elit generasi muda FRETILIN (ada yang di dalam dan luar negeri).   Dengan demikian, maka periode ini terdapat segolongan elit politik yang memerintah dan elit politik yang tidak memerintah. Masing-masing elit tersebut juga membangun jaringan ekonominya.

Korban konflik elit politik 2006
Peta politik elit seketika Karenanya tidak mengherankan bila eksistensi mereka juga akan mengalami perubahan manakala terjadi perubahan pada system dan kebijakan politik.
Elit politik yang terbentuk di era Portugis, seketika kehilangan status elitnya, manakala Indonesia masuk dan menggeser mereka dengan menempatkan elit-elit baru, baik secara ekonomi maupun politik. Penguasa Jakarta langsung merombak semua struktur pemerintahan ala Portugis dengan struktur birokrasi yang mampu membantu penguasaan Jakarta atas Timor Leste.
Bagi elit yang tidak bisa beradaptasi dengan perubahan sistem/penguasa baru ini, maka mereka memilih meninggalkan Dili dan bermigrasi ke negara lain, seperti Australia, Macau, Afrika dan Portugal. Namun, bagi yang mampu beradaptasi, mereka lebih memilih melakukan kolaborasi dengan penguasa Jakarta. Golongan inilah yang selanjutnya menjadi salah satu sumber kekuatan Jakarta atas Dili dan sekaligus menjadi elit-elit baru di Dili.
Secara otomatis, dimulai semenjak 1975 terjadi sebuah perubahan secara radikal dan fundamental terhadap struktur sosial masyarakat. Untuk kesekian kalinya, kehidupan sosial masyarakat Timor Leste berjalan secara tidak normal. Dalam sekejap, elit-elit ekonomi dan politik baru bermunculan di tengah-tengah masyarakat. Di sisi lain, perubahan ini juga membawa dampak kultural pada masyarakat.
Masyarakat yang sudah “terbiasa” dengan kultur yang diterapkan penguasa Portugis serta-merta harus beralih mempelajari dan mempraktekkan kultura baru yang mulai diperkenalkan oleh penguasa Indonesia. Akibatnya, semua itu menimbulkan benturan sosial budaya pada masyarakat.
Pada saat yang bersamaan, sebagaimana yang pernah terjadi di masa Timor Portugis, kebijakan pemerintahan baru ini juga melahirkan kelompok-kelompok beserta elit politik yang kontra. Elit ekonomi dan politik baru yang berposisi sebagai oposisi ini, pada akhirnya membentuk sebuah komunitas dalam lingkaran perlawanan. Melalui lingkaran baru inilah, elit-elit politik Timor Leste di era kemerdekaan terbentuk sebagaimana yang ada saat ini.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PANCASILA DAN BERBAGAI DEFINISI

Review Buku Kaelani klik link dibawah ini  https://docs.google.com/document/d/142IaPq55EThm5V0yfzz-dE0drDFMDc2Lfn9UcIib330/edit?usp=sh...