A.
SEJARAH
PARTAI KOMUNIS TIMOMR LESTE
Sosialisme akan menghapus pertentangan kelas, dan kelas,
tetapi revolusi menghantar perjuangan kelas sampai pada tensinya yang paling
tinggi. Selama periode revolusi, hanya kesadaran kita akan ketertindasan yang
dapat mempersatukan kita para pekerja dan petani dalam perjuangan melawan para
penghisap.
Pada pemilu periode pertama dan periode kedua 2002-2007
Partai Sosialis mengikuti pemilu dengan 8 basis partai yang ada di 6 Desa
yaitu; Kairui, Laclubar Sub-Distrik Laleia Distrik Manatuto dan Laline Ahik
Perbatasan Manatuto, Malabe Sub-Distrik Atsabe Distrik Ermera, Lalabou
Sub-Distrik Ossu Distrik Viqueque, Maubara Lisa dan Lisa Dila Sub-Distrik
Maubara Distrik Liquisa, Caibada Oemua Distrik Baucau, ketika itu para pemilih
di Distrik Oecusse memberikan 200 lebih suara tampa struktur partai sosialis.
Dari semua basis partai yang ada Partai Sosialis
mengimplementasikan program pertanian melalui koperasi dari pembentukan
koperasi tersebut kepemimpinan partai mengajarkan bagaimana membangun ekonomia
sosialis dimana semua anggota militant bekerja secara sukarela pada
ladang-ladang pertanian yang dimiliki oleh mereka para petani. Dengan demikian
keterikatan emosional dan keterikatan ideologis yang menentukan sikap mereka
untuk menetap sebagai militant partai yang setiap.
Ketika kongres pertama Partai Sosialis diadakan dengan
dihadiri oleh 100 orang dari utusan 8 basis dari 6 Desa. Kongres kedua
dilakukan di Kantor Partai Sosialis Balide hanya dihadiri oleh perwakilan basis
Partai Sosialis dari 6 Desa. Setelah Presiden Partai Sosialis diberikan
kesempatan untuk menjabat sebagai Sekretaris Negara Urusan Politik dan Energi,
nama Partai Sosialis pun kembali muncul karena mendapat protes dari
kepemimpinan partai oposisi dan partai lain. Melalui program-program pemerintah
yang dimplementasikan oleh Sekretaris Negara Urusan Politik dan Energy selaku
President Partai Sosialis nama Partai Sosialis pun dibicarakan di kalangan bawa
masyarakat kecil.
Kongres ketiga diselengarakan di
Dili di Auditoriun ETDA Fatuhada pada 2009 dihadiri oleh 300 orang, setelah
melakukan perubahan terhadap Bendera Partai,menetapkan program politik Partai
Sosialis dan perombakan terhadap struktur partai serta mengangkat 16 komisaris
politik untuk 13 Distrik. Partai Sosialis mulai mengorganisir Pembentukkan
basis Partai Sosialis dengan mendirikan Komite Basis Rakyat dari Aldeia (RT),
Suco (Desa), Sub-Distrik(Kecamatan) sampai Distrik(Kabupaten). Setelah dua
tahun para komisaris politik bekerja mendirikan Komite Basis Rakyat disetiap
Aldeia(RT) dan melakukan sosialisasi program partai sampai ditingkat
Aldeia(RT).
Pada konferensi Nasional kedua dan Perayaan 30 tahun
OJECTIL-AST dan 20 tahun berdirinya Partai Sosialis Timor semua struktur basis
partai dihadirkan pada Konferensi Nasional di Centro Convensaun Dili CCD, pada
tanggal 20 Desember 2011, sekitar 1500 militan partai Sosialis yang hadiri saat
itu, namun karena gedung tersebut tidak memadai struktur basis lama Partai
Sosialis dari Kairui terpaksa harus kembali karena gedung tersebut hanya bisa
menampung 1000 orang.
Kondisi social politik dan ekonomi yang dihadapi oleh
masyarakat Timor-Leste memungkinkan Partai Sosialis berkembang menjadi partai
yang diperhitungkan dalam pemilu bulan Juni mendatang. Kehadiran President
Partai Sosialis didalam pemerintahan AMP dengan paket program elektrifikasi
rural membuat Partai Sosialis semakin berkembang, hal itu menyebabkan ketakutan
ditingkat elit politik kepemimpinan partai-partai politik lain yang takut akan
kehilangan suara di pemilu mendatang. Kebijakan politik yang diimplementasikan
membuat partai oposisi dan partai-partai yang memiliki kursi di Parlemen
Nasional Kewalahan, disatu sisi oposisi mendukung program tersebut namun disisi
lain Oposisi dalam perdebatan anggaran belanja Negara oposisi tidak berani
mendukung penambahan anggaran terhadap program tersebut. Semakin mereka
mengkritis penyalahgunaan jabatan nama Partai Sosialis pun semakin ada dalam
dalam pikiran rakyat kecil di seluruh pelosok Timor-Leste yang membutuhkan
listrik.
Perdebatan anggaran belanja Negara
dua tahun terakhir, anggaran untuk program elektrifikasi rural terus dipotong.
Pemotongan anggaran terjadi setelah Partai Sosialis merayakan hari buruh
sedunia pada tanggal 1 Mei 2010 dengan menurunkan massa sekitar 6000 pendukung
membanjiri kota Dili. Akibat dari aksi tersebut anggaran terhadap program
pemerintahan yang dijalankan Sekretaris Negara Urusan Politik dan Energi yang
dipimpin oleh Presiden Partai Sosialis dipotong.
Pemotongan anggaran belanja Negara terhadap program
elektrifikasi rural semakin banyak permintaan dari semua Kepala yang membawa
pembangunan Listrik masuk Desa, bukan karena ketidaksuksesannya melainkan
karena Partai Sosialis semakin membesar. Walaupun anggaran tahun kementerian
yang dipimpin Presiden terus dipotong selama dua tahun terakhir namun tidak
dapat menghambat perkembangan ideology sosialisme yang kian hari terus
berkembang. Karena kesadaran rakyat akan kondisi social politik dan ekonomi
semakin meningkat, ketidakpuasan rakyat terhadap kepemimpinan partai lain tidak
dapat dihentikan oleh nasi kotak acara konsolidasi Partai Politik yang
menghabiskan uang untuk menarik simpati rakyat, kondisi obyektif memungkinkan
perkembangan Partai Sosialis. Apa yang terjadi ketika partai-partai yang selama
ini dikatakan partai yang besar melakukan konsolidasi masyarakat
berbondong-bondong ikut meramaikan konsolidasi partai-partai tersebut karena
diberikan gratis. Seperti kejadian di Natarbora dan Viqueque ketika CNRT dan
Partai FRETILIN rakyat berbondong-bondong datang untuk mengikuti konsolidasi partai-partai
tersebut.
Hal tersebut terjadi juga pada Partai Sosialis juga namun
karena ideology SOSIALISME yang dianut oleh Partai Sosialis, namun Presiden
Partai Sosialis mengunakan kesempatan itu untuk menjelaskan tentang Apa itu
SOSIALISME? DAN APA ITU KOMUNISME? Dengan menjelaskan system politik dan
ekonomi sosialis kepada masyarakat, serta pidato-pidato yang edukatif terhadap
masyarakat tentang bagaimana membangun partai dari Aldeia ke Kota. Seperti kata
presiden partai sosialis diberbagai tempat konsolidasi; “kami mendirikan partai
tujuan utama bukan untuk mencari kemenangan, tujuan utama kami mendirikan
partai untuk mengajari artinya partai harus tampil sebagai institusi pendidikan
non formal, tujuan kedua partai adalah alat/instrument pembangunan, ketiga baru
partai memiliki proyeksi menuju kekuasaan”.
Ideologi semakin marak dibicarakan
ketika pertemuan partai-partai politik yang diselengarakan oleh Komisi
Pemilihan Umum atau dalam bahasa Portugues Comissao Nacional Eleitoral(CNE)
digedung Dili Convention Center yang saat itu dengan dihadiri oleh 24 partai
politik, Presiden Republik Demokrat Timor-Leste Ramos Horta secara terbuka
melalui siaran langsung televise Timor-Leste mengatakan kepada seluruh
kepemimpinan partai politik yang hadir dalam pertemuan tersebut bahwa; Ideologi
di dunia ini hanya ada dua yaitu; KAPITALISME DAN SOSIALISME.
Atas keyakinan politik ideologis Partai Sosialis Timor PST
siap untuk mengahadpi pemilu 2012 bulan juni mendatang, Bendera Partai Sosialis
sekarang telah berkibar diseluruh pelosok desa diseluruh penjuru Timor-Leste.
Partai Sosialis adalah satu-satunya partai politik yang secara terbuka kepada
masyarakat Timor-Leste mengadopsi ideology kiri sosialis terus memperluas
struktur basis partai di seluruh wilayah Timor-Leste tertutama di daerah
pelosok dari Aldeia (RT Rukung Tetangga), Suco (Desa), Sub-Distrik(Kecamatan)
dan Distrik(Kabupaten).
Terjadi afiliasi dari militant partai politik yang satu ke
partai politik yang lain secara besar-besaran. Akibat dari ketidakpuasan yang
terjadi selama periode pemerintahan Aliansi Mayoritas Parlemen (AMP). Dari
pembentuk AMP Kepemimpinan Utama President Partai Sosialis Shalar Kossi
FF(Avelino Coelho) diberi kesempatan untuk menduduki jabatan Sekretaris Negara
urusan Politik dan Energy oleh mantan pemimpin guerilyawan Timor-Leste Kay Rala
Xanana Gusmao. Kesempatan itu ditawarkan dan diberikan ketika Partai Sosialis
kalah dalam dalam pemilu 2007.
Penawaran dan pemberian Jabatan
Sekretaris Negara tersebut mengundang reaksi yang keras dari Partai Oposisi
maupun partai-partai politik yang berkoalisi. Banyak pemimpin partai yang tidak
suka akan kehadiran kepemimpinan partai kiri di dalam pemerintahan para
pemimpin partai politik melakukan protes terhadap pengangkatan kepemimpinan
Partai Sosialis Timor(PST) untuk menduduki jabatan tersebut. Namun semua itu
berlalu karena keputusan sepenuh ada ditangan perdana yang diangkat oleh
partai-partai yang berkoalisi sesuai Konstitusi saat itu, yang dinamakan
Aliansi Mayoritas Parlemen (AMP). Kepemimpinan Partai Sosialis itu muncul
dengan ide-ide baru sesuai dengan perkembangan dunia dan kebijakan pemerintahan
di seluruh Negara terhadap Energy. Melalui kementerian yang dipimpin oleh
kepemimpinan Partai Sosialis tersebut masyarakat luas terutama rakyat
Timor-Leste mulai mengenal lebih jauh tentang kemampuan seorang pemimpin partai
dalam mengelolah management sebuah kementerian dalam pemerintahan.
Kehadiran Presiden Partai Sosialis
di pemerintahan AMP secara perorangan diberi kesempatan akan tetapi kebanyakan
masyarakat mengenal kepemimpinan tersebut adalah pemimpin Partai Sosialis yang
tidak mendapat kursi di parlemen nasional pada pemilu 2007.
Kesempatan itu menjadi ajang pertarungan nama dan kemampuan
kepemimpinan partai-partai yang berkoalisi tidak termasuk Partai Sosialis.
Kemampuan intelektual dan kemampuannya dalam menangangi organisasi politik
berhasil membuat suatu kebijakan politik dalam kementerian tersebut terhadap
kepentingan rakyat. Dari kebijakan politik tentang elektrifikasi daerah-daerah
pedesaan lebih-lebih memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada rakyat akan
kebijakan tersebut tentang potensi-potensi Energi yang ada di Timor-Leste.
Kebijakan politik yang ditetapkan lebih memberikan kekuasaan penuh kepada
kepala Desa dan kelompok masyarakat bawah. Selain pemahaman dan pengetahuan
rakyat tentang potensi-potensi bagi pengembangan energy, kedekatan dan kakraban
serta ikatan emosional antara kemimpinan Partai Sosialis sebagai Sekretaris
Negara lebih dekat dengan masyarakat kecil. Dari hubungan tersebut nama Partai
Sosialis tertanam dalam pikiran masyarakat kelas bawah para petani.
Dalam Pemerintahan AMP yang semula
diprotes dan diragukan kapasitasnya untuk mengelolah sebuah kementerian karena
latarbelakang pendidikan yang bukanlah seseorang yang berlatarbelakang teknik
menyebabkan terjadinya perpindahan pendukung dari partai-partai yang memiliki
kursi di Parlemen ke Partai Sosialis yang tidak memiliki kursi di Parlemen.
Dari semua Desa diseluruh Distrik yang didatangi oleh Sekretaris Negara Urusan
Politic Energic. Untuk mengimplementasikan program pemerintah elektrifikasi
rural/listrik untuk rakyat di daerah-daerah pelosok yang tidak terjangkau
membuat rakyat kecil dan para kepala Desa mulai berbicara tentang Kepemimpinan
politik yang baik seperti kata beberapa kepala Desa dari partai Oposisi dan
partai-partai yang memiliki kursi di Parlemen.
“….kepemimpinan politik yang baik adalah orang yang mengerti
akan kebutuhan masyarakat dasar masyarakat kelas bawa. Kami yang menjabat
sebagai pemerintah yang paling kecil ditingkat Desa, kami hanya mengharapkan
para pemimpin politik yang dipilih menghargai para pemilih karena suara yang
diberikan itu adalah “kekuasan” kekuasaan yang diberikan melalui suara kami
harus dikembalikan kepada kami masyarakat kecil dengan suatu program kongkret.
Ketidakpuasan muncul dikalangan bawa karena ketipedulian para pemimpin partai
politik hanya lima tahun sekali datang buat janji lalu pergi lima tahun
berikutnya datang lagi….”
Karui Sub-Distrito Manatuto, adalah basis lama Partai
Sosialis, Kepala Desa setempat menjabat sebagai Komisaris Politik Partai
Sosialis, dua periode pemilu yang lalu 2002 dan 2007 suara Partai Sosialis
tidak berubah, walaupun hampir 10 tahun ditinggalkan tapi para petani di Desa
tersebut tetap masih setiap pada Ideologi kiri yang telah ditanamkan.
Ketika setelah presiden Partai Sosialis mengadakan kunjungan
kembali ke Desa tersebut masyarakat dari Desa tersebut menerima kedatangan
Presiden Partai Sosialis Shalar Kossi FF dan wakilnya Fatuk Mutin dengan air
mata, kejadian tersebut menjadi omongan semua masyarakat yang mengikuti berita
nasional tentang konsolidasi partai-partai politik di Timor-Leste. Hal itu
hanya terjadi pada Partai Sosialis dari semua berita yang tentang konsolidasi
semua partai politik
Dari wawancara dengan seorang
militan wanita berumur sekitar 45 tahun lebih, bernama Domingas Freitas setelah
usai acara pengibaran kembali bendera Partai Sosialis yang baru dan pidato
Presiden Partai Sosialis, militan wanita tersebut yang adalah pengurus Komite
Basis Rakyat dari Kairui mengatakan; “Setelah 450 tahun di bawah colonial
Portugues, 24 tahun dibawah okupasi militer Indonesia dan 10 tahun merdeka
ketika Prseident Kita, Presiden Partai Sosialis diberi kesempatan untuk
memimpin dia mengajarkan kita pengetahuan tentang sesuatu yang baru dalam
memberikan kita terang”. Lebih lanjut wanita tersebut mengatakan Kita adalah
rakyat kecil yang miskin akan pengetahuan tentang segala sumber untuk Energy
dan juga kehadirannya di pemerintahan AMP membuka pikiran kita tentang POLITIK
dan bagaimana membuat kebijakan politik yang melindungi kepentingan rakyat yang
tidak mampu untuk akan kekayaan yang sesungguhnya yang kita miliki terutama
tentang segala sesuatu yang dapat dijadikan untuk energy bagi penyerangan atau
listrik bagi rakyat kecil, seperti yang telah dia implementasikan di Desa
Ponilala Distrik Ermera, mengunakan kotoran sapi untuk energy listrik bagi Desa
tersebut”.
Seperti kata seorang kepala Desa di Hatudu Distritk Ainaro
keada Presidente Partai Sosialis, ‘Bapak Sekretaris Negara’! ketika pemilu 2002
dan 2007 kotak suara Parta Sosialis hanya satu suara dan Partai Sosialis tidak
memiliki kursi di parlemen tapi anda sebagai Sekretaris Negara anda dating ke
Desa kami dengan jalan kaki. Namun Partai Partai Politik yang lain suara mereka
dikotak pemilu penuh tapi hingga saat ini, detik ini, tidak ada seorang pun
yang datang untuk berbuat sesuatu disini.
Ketidakpuasan terhadap kepemimpinan
Partai Politik terus mencuat kepermukaan, kepala desa Hatudu Distrik Ainaro, di
Turiskai Distrik Same perwakilan dari 8 Desa dilantik menjadi pengurus Partai
Sosialis, salah satu dari kepala Desa dari Suco Orana setelah dilantik dan
menerima pengukuhan melalui sumpah Sosialis mengatakan bahwa dua periode pemilu
2002 dan pemilu 2007 kami sebagai militan partai besar partai oposisi/Partai
FRETILIN kami tidak pernah berubah partai kehadiran Kepemimpinan Partai
Sosialis dalam pemerintah AMP dengan program yang dimplemntasi kepada
masyarakat kelas bawa terutama dipedesaan membuka pengetahuan kami akan segala
sesuatu yang baru bagi kami. Kami diberi kepercayaan dan kekuasaan membangun
kehidupan Rakyat yang memilih kami sebagai kepala Desa. Kami tidak terus
menerus berbicara sejarah kami harus diajari atau diberikan pendidikan secara
informal melalui pidato-pidato yang programatif seperti program-program partai
bagaimana membangun desa kami. Dan sekarang kami tidak akan salah mengikuti
Partai Politik benar karena mengajarkan doktrin bagi kehidupan riil di dunia
ini.
Berbeda dengan para kepala Desa, di kecamatan Laga dan
Garaiwai Distrik Baucau para militant radikal partai oposisi yang pindah ke
Partai Sosialis yang mempertahankan ideology yang diperjuangkan oleh FRETILIN
pada masa perjuangan. Ketika pada masa perjuangan rakyat belajar tentang
kebersamaan melalui pratek-pratek program-program sosialis dihutan(Base de
Apoio 75-78 Baze de Apoio dihancur oleh operasi kikis yang dipimpim oleh
Jenderal Beny Moerdani). Dalam pertemuan dengan militant Partai FRETILIN dan
CPD RDTL President Partai Sosialis mengatakan bahwa pada pemilu pertama 2002
Partai Sosialis mengajukan tuntutan restorasi kemerdekaan yang diproklamirkan
pada Tanggal 28 November 1975 harus berpijak pada 5 pilar yaitu restorasi
Konstitusi 75, restorasi Lagu Nasional, Nama Negara RDTL, Text Proklamasi dan
dua nama Proklamator dengan satu Konsensus politik nasional tentang amandament
konstitusi 75. Oleh karena itu kepemimpinan Partai Sosialis saat itu mendirikan
Comissao Politico para Defesa da RDTL(CPD-RDTL).
Untuk pemilu 2012 bulan Juni mendatang, dengan tuntutan
untuk memperbaiki system politik dan ekonomi Partai Sosialis memperjuangkan
Tanah untuk Tani, Pabrik untuk Buruh/Saham untuk Buruh demi membangun
masyarakat baru menuju Sosialisme. Untuk mengsuksekan tuntutan politik tersebut
maka siapa saja yang ingin masuk Partai Sosialis harus yakin bahwa basis
fundamental perekonomian bangsa adalah pertanian.
Di Sub-Distrik Atsabe Distrito
Ermera lima Desa; Lauana, Katrai Kraik, Katrai Leten, Baboe Leten dan Limea
kembali terjadi perpindahan militant partai politik dari Partai Demokrat PD ke
Partai Sosialis, ke-5 Desa tersebut adalah Basis Partai Demokrat. Perpindahan
militant partai politik tersebut terjadi karena ketidakpuasan terhadap
kepemimpinan Partai Demokrat yang juga adalah bagian dari pemerintahan Koalisi
AMP. Pada pemilu 2002 dan 2007 Partai Demokrat memenangkan suara maioritas di
Distrik Ermera terutama beberapa Sub-Distrik seperti Atsabe dan Hatolia A,
Hatolia B. Namun setelah kepemimpinan Partai Demokrat PD berada dikekuasaan
dalam koalisi Aliansi Mayoritas Parlemen (AMP) periode 2007 sampai 2012 tidak
adalakan perubahan dalam kondisi kehidupan rakyat Ermera. Salah satu mantan
kordenador PD dari desa Lauana bernama Jaime mengatakan; kami memilih pindah
dari PD ke Partai Sosialis karena kami tidak mau dibohongi lagi, kesadaran kami
yang menghantarkan kami untuk pindah partai politik hari ini tanggal 04 Januari
2012, kami datang kesini dari ke-5 Desa, terdiri 189 adalah pengurus mereka
yang akan dilantik sebagai pengurus bagi Komite Basis Rakyat Partai Sosialis
kami pindah atau datang dengan kesadaran penuh, karena kami melihat bahwa
ideology sosialisme yang dianut oleh PST itu merupakan jalan kebenaran menuju
kehidupan yang sebenarnya bagi maiyoritas petani Ermera yang kaya akan
perkebunan kopi.
Perjuangan Partai Sosialis dengan tuntutan politik akan
“Tanah untuk Petani Pabrik untuk Buruh/Saham untuk Petani dan Buruh” merupakan
tuntutan rakyat yang sebenarnya kata; Julio Soares, mantan Militant Partai
Demokrat yang juga adalah eks anggota RENETIL di Malang pada masa perjuangan
kemerdekaan. Karena mayoritas petani Ermera adalah petani kopi, harga kopi
ditentukan oleh mereka para perusahan yang membeli kopi, petani kopi
membutuhkan suatu kebijakan politik yang dapat menguntungkan rakyat.
Lebih lanjut mantan kordinator PD tersebut yang berkumpul
disini (Di Lauana) sebagaimana mengatakan “kepada para pengikutnya bahwa
pemilihan 2012 bulan Juni mendatang kita memilih Partai Politik memiliki
ideology yang jelas. Dua periode yang lalu 2002-2007 kita telah salah
memberikan suara kita kepada orang-orang kanan yang datang dengan janji-janji,
satu minggu yang mereka dating kembali untuk membangun kembali strutur partai
democrat yang mereka lupakan selama masa kekuasan mereka 5 tahun di
pemerintahan. Eks-Kordinator PD tersebut juga mengatakan bahwa telah
menyampaikan kepada kepemimpinan Partai Demokrat bahwa sekarang kami yang
menentukan masadepan kami dan anak-anak. Bersama bendera merah kami akan
berjuang untuk kemenangan. Biarkan kami memilih yang pernah kalah menuju
kemenangan baru yang bukan kemenangan partai melainkan kemenangan kami para
petani dan buruh.
Kepala Desa Lauana dalam
perbincangan dengan kepemimpinan Partai Sosialis jauh hari sebelum acara
pelantikan pengurus basis partai mengatakan rakyat kita yang miskin ini
kehidupan kita tergantung pada penjualan produk-produk local dari kebun mereka
dan kami tidak meminta uang yang kalian dapatkan dari hasil suara kami, yang
kami ingin adalah perbaikan terhadap kehidupan kami, kami membutuhkan listrik,
air bersih dan perbaikan jalan raya.
Hal yang sama terjadi di Desa Rai robo Sub-Distrik Atabae,
Distrik Maliana, kepala Desa tersebut adalah salah-satu mantan tentara
Timor-Leste dari 600 tentara (FALINTIL-FFDTL) yang dipecat. Kepala Desa
tersebut yang mengorganisir rakyatnya untuk datang menghadiri pelantikan
pengurus Circulo Revolucionario(CR) dan Central Kordinasi Organisasi Politik
dan Produksi(CKOPP) adalah merupakan badan Partai Sosialis yang mengawasi dan
memberikan pendidikan politik ideologis terhadap militant partai di setiap
Komite Basis Rakyat di wilayah barat Timor-Leste. Kepada Secretario CR kawan
Fatuk Mutin(Antonio Lopez), Pedro da Cruz kepala Desa Rairobo mengatakan; pada
pemilu 2002 Partai FRETILIN menang mayoritas, pemilu 2007 Partai Demokrat PD
mengunakan kami para petisionario untuk memenangkan suara di Desa Rairobo saya
sebagai kepala Desa menyerukan kepada rakyat pilih Partai Demokrat PD namun
nasib rakyat saya kehidupannya tidak berubah 450 tahun Desa ini dalam
kegegalan, 24 tahun jaman okupasi tetap dalam kegegalapan 10 tahun Negara kita
MERDEKA masih saja dalam kegegelapan. Suara kami digunakan untuk mendapat
kekuasaan setelah mendapat kekuasaan rakyat kami tidak dihargai, Kata; Pedro da
Cruz, Kepala Desa Rairobo.
Dalam percakapan tentang Partai Sosialis Timor: Pedro da
Cruz mengatakan; “saya pertama kali menghadiri konsolidasi Partai Sosialis di
Atabae saya mendengar pidato President Partai Sosialis tentang program-program
Partai Sosialis, dari cara penyampaiannya adalah sangat edukatif, pemimpin yang
mau mengajarkan rakyat akan politik dan mau mengajarkan rakyat tentang
pengetahuan bagaimana membangun ekonomi rakyat itu sendiri”.
Berbeda dengan Desa-Desa lain di Timor-Leste. Di Desa Behau
Sub-Distrik Metinaro Distrik Manatuto President Partai Sosialis berpidato
dengan nada yang konfrontatif dengan para militant partai FRETILIN dan ASDT.
Dalam pidato dihadapan para militant partai tersebut yang pindah ke Partai
Sosialis mengatakan jika hari ini kalian datang dengan harapan bahwa pindah ke
Partai Sosialis untuk mendapatkan sesuatu dari Partai Sosialis kalian telah
salah jalan, Lebih baik kembali ke Partai mana yang pernah berikan suara pada
pemilu 2002 dan 2007. Karena Partai Sosialis adalah partai yang perjuangan nya
mewakili petani dan buruh. Kalian datang dan masuk Partai Sosialis untuk
bekerja dan berjuang bersama, berjuang demi kehidupan yang adil dan merata.
Setelah pidato President Partai Sosialis membuka diskusi
dengan para militant yang pindah dari partai lain ke Partai Sosialis tersebut.
Dari diskusi tanya jawab yang terjadi para militant dari partai lain tersebut
mengatakan dalam pemilu dua periode lalu kami telah memberikan suara kepada
partai besar kemenangan telah kami berikan kepada mereka namun tidak perubahan
yang signifikan dalam hidup kami dating dan mengatakan diri masuk Partai
Sosialis karena ideology bukan karena mengharapkan sesuatu dari partai.
Sekarang biarkan kami memberikan suara kami kepada partai politik yang memiliki
ideology politik yang jelas. Kami menginginkan partai yang dapat mengajari kami
tentang pengetahuan politik, tentang bagaimana memanfaatkan segala sesuatu yang
kami miliki seperti tanah perkebunan guna menghasilkan pendapatan bagi
kehidupan kami. Seperti kata President Partai Sosialis;
……. “Partai Sosialis didirikan sebagai Lembaga Politik untuk
pendidikan informal. Artinya mendirikan Partai Politik tujuan utama bukan untuk
kekuasaan, partai bisa menang akan tetapi jika kehidupan rakyat tidak berubah
maka kemenangan itu bukanlah kemenangan rakyat yang sesungguhnya, kemenangan
itu adalah kemenangan elit politik parta. Tujuan utama mendirikan partai
politik untuk mengajari rakyat agar rakyat tahu akan politik dengan demikian
rakyat tidak mudah dibohongi. Karena Partai Sosialis mau mengajari manusia
menjadi manusia bukan mengajari manusia menjadi babi. Kalau babi yang paginya
lapar dan berteriak dikasih makan diam, sore nya lagi lapar dan berteriak
dikasih makam diam”.
Ketidakpuasan rakyat kian hari semakin meningkat rakyat menentukan
pilihan mereka. Bendera Partai Sosialis terus berkibar dari Desa ke Desa
Ideologi SOSIALISME terus menjalar bagaikan jamur, di Desa mana kepemimpinan
Partai Sosialis menginjakan kakinya ideology partai pasti menjalar, kata-kata
yang keluar dari mulut sang President Partai Sosialis bagaikan virus yang cepat
menular keseluruh sel-sel darah merah.
Setelah 10 tahun merdeka kondisi-kondisi obyektif di
Timor-Leste seperti apa yang dikatakan oleh Marx bahwa; sosialisme itu bukan
suatu ideal yang subyektif. Ia lahir bukan pertama-tama karena disukai atau
diinginkan orang. Ia lahir sebagai resultat yang obyektif dari sejarah ekonomi
kapitalis, disukai atau tidak, diinginkan atau tidak.
B. ELIT POLITIK TIMOR LESTE
Banyak
definisi yang berbeda mengenai konsep dan pengertian ‘elit politik’. Ada yang
mendefinisikan sebagai kumpulan orang-orang yang berhasil mencapai kedudukan
dominan dalam sistem politik dan kehidupan masyarakat (memiliki kekuasaan,
kekayaan dan kehormatan).
Ada pula yang memaknai bahwa ‘elit
politik’ merupakan kelompok kecil dari warganegara yang berkuasa dalam sistem
politik, dengan memiliki kewenangan yang luas untuk mendinamisasikan struktur
dan fungsi sebuah sistem politik. Secara operasional para elit politik atau
elit penguasa mendominasi segi kehidupan dalam sistem politik. Pada akhirnya,
penentuan kebijakan sangat ditentukan oleh kelompok elit politik.
Selain itu, ada juga yang
memahaminya sebagai segolongan kecil orang yang duduk dalam puncak paramida
susunan masyarakat sebagai hasil dari kontradiksi kelas dalam masyarakat.
Baik, artikel ini mencoba tidak
mengikatkan diri pada satu atau banyaknya definisi mengenai ‘elit politik’
walaupun setiap konsep dan definisi yang ada akan berpengaruh pada analisa
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan elit politik di Timor Leste. Tulisan
ini lebih menekankan pada asal-usul munculnya elit politik di Timor Leste dalam
seetiap fase sejarahnya. Dengan demikian, setidak-tidaknya kita akan memiliki
gambaran awal mengenai siapa, apa dan bagaimana elit politik Timor Leste itu:
rekontruksi awal.
a. Elit Politik Era Kolonialisme
Jika dicermati lebih lanjut, dalam sejarahnya sebagai kota
penghubung (satelit), maka Dili tidak benar-benar mampu memunculkan segolongan
orang yang kaya secara ekonomi atau Dili belum pernah dihuni oleh golongan kapitalis
yang benar-benar dominan secara ekonomi. Artinya, sejak di masa silam, tidak
ada aktivitas penanaman modal secara besar-besaran di kota Dili.[1][3] Dili tak ubahnya gudang tempat
penyimpanan barang sebelum dikirimkan ke negara-negara tujuan. Dili hanya
menjadi kota transit bagi para pengusaha China yang melakukan kegiatan
ekspor-import. Dili hanya dijadikan sebagai tempat transit bagi para pejabat
pemerintahan.
Ketidakmunculannya golongan yang dominan tersebut, lebih
banyak disebabkan oleh faktor ketiadaannya kebijakan pemerintah Portugal di
masa lalu terkait dengan investasi modal. Pemerintah Portugal semenjak
menguasai Timor Leste secara sengaja membiarkan keadaan ini. Dengan tiadanya
kebijakan politik pemerintah terkait dengan investasi, maka hanya melahirkan
segolongan pebisnis atau pedagang yang menjual dan membeli barang, di mana uang
hasil jualan selanjutnya ditabung dan dikirim ke negara asal tempat para
pedagang tersebut (di masa lalu, didominasi oleh etnik China). Maka, tidaklah
aneh lagi bila di sepanjang penjuru negeri Timor Leste tidak dijumpai adanya
bangunan dan sarana infrastruktur lain sebagai pusat memproduksi barang dan
modal. Artinya, di era kolonialisme Portugal, tidak ada kebijakan yang
mendorong orang pribumi untuk tumbuh dan tampil sebagai pelaku/pemain ekonomi
utama. Kebijakan demikian benar-benar mengakibatkan situasi yang menakutkan
bagi para pemimpin perjuangan ketika Dili dan Timor Leste dilanda konflik
politik antara FRETILIN versus UDT serta ancaman invasi yang dilakukan oleh
militer Indonesia tahun 1975. Para pengusaha China banyak yang angkat kaki
meninggalkan Dili dengan membawa harta kekayaannya (uangnya) ke luar negeri
(Australia, Hongkong, Taiwan).
APODETI dan UDT, 1975
|
Kebijakan yang agak berbeda, selanjutnya dilakukan oleh
penguasa Indonesia di era Propinsi Timor-Timur. Walaupun pada awalnya, penguasa
Jakarta menyatakan Timor Timur sebagai wilayah yang tertutup (terkait dengan
operasi militer), namun memasuki tahun 1990-an, Jakarta mulai mendorong
kegiatan investasi di Timor Leste, khususnya Dili. Persoalannya adalah,
orang-orang pribumi yang mencoba ditampilkan secara ekonomi ini adalah
orang-orang yang secara politik pro pada kebijakan Jakarta. Selain itu juga,
mayoritas para pelaku bisnis pada saat itu, kebanyakan adalah orang-orang non
Timor Leste.
Bila di era Portugis, elit ekonomi relative berdiri sendiri
(meskipun ada ketergantungan pada penguasa politik Portugal), maka di era
Indonesia para elit
ekonomi
menyatu dan sekaligus muncul sebagai elit politik. Banyak pejabat propinsi yang
berwajah ganda, yakni sebagai politisi sekaligus pelaksana/pemilik proyek
pemerintahan. Kondisi demikian juga terjadi di kabupaten: pejabat kabupaten,
juga terlibat dalam kegiatan ekonomi. Pada akhirnya, kebijakan ini hampir
memiliki konsekuensi yang sama dengan situasi yang pernah muncul pada tahun
1975. Saat referendum 1999, Dili dan Timor Leste dilanda kekacauan ekonomi
seiring dengan banyaknya pemilik modal yang hengkang dari Dili.
Selain itu, pengintegrasian Dili dalam lingkaran
perekonomian pasar dunia hanya melahirkan kekuasaan pasar yang berada di bawah
kendali para elit politik. Dengan demikian, para elit politik yang benar-benar
negarawan, juga belum ada. Artinya, dalam sejarahnya hampir semua elit politik
Timor Leste selalu terkait dengan elit ekonominya.
b.
Elit Politik Produk Portugis
|
Keberhasilan Portugal dan Indonesia atas penguasaannya
terhadap kota Dili menempatkan mereka tampil secara politik sebagai elit
politik kota. Walaupun mereka mampu menjadi elit kota namun legitimasi mereka
atas propinsi Timor Portugis/Timur sangat lemah bagi rakyat Timor Leste
sendiri. Awalnya, mereka muncul bukan dari dalam perut bumi lorosa’e. mereka
adalah produk import yang mencoba menghegomoni dan mendominasi pikiran dan
kehidupan sosial rakyat. Pada akhirnya, elit-elit tersebut hanya mampu eksis di
kota saja. Mereka kurang memiliki legitimasi atas warga pedesaan.
Eksisnya mereka di kota menandakan bahwa di kota Dili tidak
ada nilai-nilai kesakralan yang mampu mengurangi legitimasi posisi dan status
sosial elit-elit tersebut. Jika pun terdapat penduduk asli Dili, maka
prosentasinya sangatlah kecil. Mayoritas penduduk Dili adalah kaum urban yang
berasal dari daerah pedesaan yang kemudian bersinggungan/berinteraksi dengan
penduduk non-Timor. Cepat atau lambat, interaksi ini juga menimbulkan munculnya
komunitas baru dengan kesadaran pro pada elit-elit tersebut, termasuk golongan
yang kontra.
Dom Aleixo Corte Real, "Liurai" Ainaro. Produk
Portugis
|
Baik Portugal maupun Indonesia, memiliki kecenderungan pola
yang hampir sama terkait dengan proses perekrutan terhadap para elit politik,
di mana dilakukan dengan dasar pada individu-individu atau kelompok masyarakat
yang pro pada mereka. Pada tahun 1930-an, Portugal mengeluarkan kebijakan
“civilização”, yakni sebuah kebijakan rekruitmen terhadap kewarganegaraan
(setara) Portugal. Sasaran pertamanya adalah para pemimpin lokal etnik (liurai)
dan orang-orang hasil asimilasi (keturunan Portugal). Selanjutnya adalah
terhadap orang-orang pribumi yang pro pada kekuasaan kolonialisme. Pendirian
lembaga pendidikan dan gereja-gereja Katolik merupakan bagian dari politik
sivilisasi ini.
Kebijakan sivilisasi atau pemberadaban ini menjadi pintu
utama bagi masuknya ras mistiço/campuran untuk tampil dalam status yang lebih
tinggi. Bagi Portugis, ras baru ini nilainya lebih tinggi dibanding dengan ras
atau etnik pribumi. Darah/gen campuran non-Timor dipandang mampu membersihkan
kekotoran darah penduduk pribumi. Dalam sejarahnya, para misticu ini memainkan
peranan yang strategis dalam penyelamatan bangsa Portugis di Timor dan
sekitarnya, seperti para Topas (Portugis Hitam---gen hasil perkawinan antara
penduduk pribumi kawin dengan orang-orang Afrika yang dibawa Portugis) di
Flores dan di Oequsse saat menghadapi Belanda. Kasus teraktual adalah banyaknya
para mistiço yang tergabung dalam UDT yang lebih memilih tetap bergabung dengan
Portugal dibanding Timor Merdeka sendiri tahun 1975.
Selain itu, kedua penguasa kolonial tersebut juga melakukan
modernisasi dan restrukturisasai atas tata pemerintahan dengan cara
mengintegrasikan mereka satu administrasi pemerintahan kolonialisme. Pasca
peristiwa Manufahi 1912, pemerintah Portugis melakukan perombakan terhadap
struktur administrasi tradisional masyarakat Timor Leste, mulai dari nivel
nasional hingga ke nivel suco/desa. Selain bertujuan untuk memuluskan
pelaksanaan administrasi pemerintahan, juga bertujuan pada pelahiran elit-elit
baru birokrasi. Melalui cara-cara yang demikian inilah, bagaimana para elit
politik muncul dan mengukuhkan hegemoninya atas anggota masyarakat. Secara
tidak langsung, model ini pula yang kemudian menimbulkan adanya dua kepemimpinan
dalam masyarakat: elit formal dan informal.
Secara formal, elit masyarakat adalah orang-orang yang duduk
dalam birokrasi pemerintahan. Elit ini mendapatkan dukungan dan legitimasi
politik dari penguasa/elit-elit yang berada di kota Dili. Namun, elit yang
masuk kategori ini kurang memiliki pengaruh sosial dalam masyarakat. Artinya,
legitimasi sosial mereka lemah. Bagi masyarakat, mereka tampil sebagai
elit/pemimpin di komunitasnya tidak dilandaskan pada mekanisme dan prosedur
kultural yang diwariskan oleh para leluhurnya. Mereka adalah para liurai-liurai
baru, yang sama sekali tidak memiliki hubungan darah dengan liurai sebagaimana
yang masyarakat fahami.
Sedangkan secara informal, terdapat elit yang dalam pengaruh
dan legitimasi sangat kuat dalam kehidupan social masyarakat. Kebanyakan,
kedudukan para elit ini kurang mendapatkan dukungan dan berada di luar
kekuasaan administrasi pemerintahan. Dengan demikian, mereka berjalan mengikuti
nilai-nilai dan norma-norma “lama” yang diyakini akan kebenarannya oleh anggota
komunitas.
Sebenarnya, penciptaan elit yang berbeda ini merupakan
bagian dari kebijakan politik pecah-belah, yakni membelah masyarakat dalam dua
kelompok, yakni kelompok yang pro pada penguasa kolonial dan sebuah kelompok
lagi anti terhadap penguasa kolonial. Tanpa disadari oleh anggota komunitas
setempat, mereka telah masuk dalam perangkap konflik horizontal.
Strategi perluasan dan pendirian struktur pemerintahan juga
mulai dilakukan Indonesia setelah tahun 1975. Perbedaan dengan Portugal adalah
bila Portugal tidak sesegera mungkin membentuk setelah menguasai Timor Leste,
maka untuk Indonesia langsung membentuknya. Dengan dikuasainya kota Dili, serta
merta mendirikan struktur pemerintahan propinsi di Dili. Kemudian dilanjutkan
pada daerah-daerah yang berhasil ditaklukkan. Praktis, mulai tahun 1980-an,
struktur pemerintahan Jakarta juga sudah ada di hampir semua daratan Timor
Leste. Dari pembentukan struktur pemerintahan inilah, elit-elit politik baru
muncul di Timor Leste.
Hal lain, terkait dengan asal-usul elit Dili dan Timor Leste
adalah ketika kebijakan pasar menuntut pembangunan struktur hingga tingkatan
basis. Pengeksplorasian kopi dan kayu cendana yang dilakukan oleh Portugis di
masa lalu menuntut dibangunnya sarana pasar dengan pelaku pasar di tempat
tersebut. Melalui proses ini pelaku pasar di Dili mencoba mengintegrasikan
kehidupan perekonomian nasional dengan area pedesaan. Dengan pola ini, maka di
area pedesaan juga mulai muncul elit-elit ekonomi lokal yang menguasai pasaran
lokal yang notabene adalah elit
politik setempat, yang mana dari segala aspeknya mendapatkan dukungan dari
penguasa politik di Dili.
Jadi, elit politik Timor Leste di masa lalu adalah
sekumpulan orang-orang yang eksistensinya sangat tergantung pada elit sentral.
Mereka tidak memiliki basis social yang kuat. Ibarat pohon, akar mereka berada
di atas bukan di bawah.
masuk dalam lingkaran ini adalah elit generasi muda FRETILIN
(ada yang di dalam dan luar negeri).
Dengan demikian, maka periode ini terdapat segolongan elit politik yang
memerintah dan elit politik yang tidak memerintah. Masing-masing elit tersebut
juga membangun jaringan ekonominya.
Korban konflik elit politik 2006
|
Peta politik elit seketika Karenanya tidak mengherankan bila
eksistensi mereka juga akan mengalami perubahan manakala terjadi perubahan pada
system dan kebijakan politik.
Elit politik yang terbentuk di era Portugis, seketika
kehilangan status elitnya, manakala Indonesia masuk dan menggeser mereka dengan
menempatkan elit-elit baru, baik secara ekonomi maupun politik. Penguasa
Jakarta langsung merombak semua struktur pemerintahan ala Portugis dengan
struktur birokrasi yang mampu membantu penguasaan Jakarta atas Timor Leste.
Bagi elit yang tidak bisa beradaptasi dengan perubahan
sistem/penguasa baru ini, maka mereka memilih meninggalkan Dili dan bermigrasi
ke negara lain, seperti Australia, Macau, Afrika dan Portugal. Namun, bagi yang
mampu beradaptasi, mereka lebih memilih melakukan kolaborasi dengan penguasa
Jakarta. Golongan inilah yang selanjutnya menjadi salah satu sumber kekuatan
Jakarta atas Dili dan sekaligus menjadi elit-elit baru di Dili.
Secara otomatis, dimulai semenjak 1975 terjadi sebuah
perubahan secara radikal dan fundamental terhadap struktur sosial masyarakat.
Untuk kesekian kalinya, kehidupan sosial masyarakat Timor Leste berjalan secara
tidak normal. Dalam sekejap, elit-elit ekonomi dan politik baru bermunculan di
tengah-tengah masyarakat. Di sisi lain, perubahan ini juga membawa dampak
kultural pada masyarakat.
Masyarakat yang sudah “terbiasa” dengan kultur yang
diterapkan penguasa Portugis serta-merta harus beralih mempelajari dan
mempraktekkan kultura baru yang mulai diperkenalkan oleh penguasa Indonesia.
Akibatnya, semua itu menimbulkan benturan sosial budaya pada masyarakat.
Pada saat yang bersamaan, sebagaimana yang pernah terjadi di
masa Timor Portugis, kebijakan pemerintahan baru ini juga melahirkan
kelompok-kelompok beserta elit politik yang kontra. Elit ekonomi dan politik
baru yang berposisi sebagai oposisi ini, pada akhirnya membentuk sebuah
komunitas dalam lingkaran perlawanan. Melalui lingkaran baru inilah, elit-elit
politik Timor Leste di era kemerdekaan terbentuk sebagaimana yang ada saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar