BIROKRASI dalam DINAMIKA POLITIK
(HUBUNGAN BIROKRASI DENGAN POLITIK
PADA ORDE LAMA ORDE BARU DAN PASCA REFORMASI)
OLEH YOSEF NURSYAMSI
Birokrasi
secara harfiah diambil dari kata bureaucracy.bureau artinya meja sedangkan
cracy artinya pemerintahan .jadi secara susunan kata birokrasi memiliki makna
bahwa pemerintahan yang dijalankan atau pada proses pelayananya diatur di
belakang meja.birokrasi sendiri diartikan sebagai suatu organisasi yang
memiliki rantai komando dengan bentuk piramida, dimana lebih
banyak orang berada ditingkat bawah dari pada tingkat atas, biasanya ditemui
pada instansi yang sifatnya administratif
maupun militer.(Wikipedia bahasa Indonesia:2013)
Birokrasi juga sebagai biro atau layanan
fublik yang secara sfesipik mengurusi perihal administrative.secara politik
birokrasi dipandang sebagai posisi tawar yang menguntungkan karena merupakan
ujung tombak dalam mengimplementasikan kebijakan pemerintah yang secara
langsung bersentuhan dengan masyarakat secara langsung.
Secara
tipologi birokrasi debedakan menjadi dua tipe.yang pertama birokrasi
tradisional atau primodial dimana birokrasi ini memiliki karakteristrik sebagai
berikut:
a) Pejabat
disaring lewat kedekatan pribadi dan golongan
b) Jabatan
dipandang sebagai sumber kekayaan
c) Pejabat
mengontrol fungsi olitik dan administrative
Kedua
birokrasi modern,birokrasi modern ini memiliki karakteristrik sebagai berikut:
a) Susunan
jabatan yang tetap dan terikat oleh peraturan
b) Adanya
hiraerki kekuasaan
c) Adanya
pembeda antara hak milik pribadi dan milik Negara
d) Bebas
dari monopoli dan intervensi politik manapun
Dari tipologi
birokrasi diatas secara procedural kita akan mendapatkan hakekat birokrasi yang
ideal yaitu birokrasi yang memiliki cirri sebagai berikut:
a) Adabya
hiraeki jabatan sebagai upaya konsolidasi birokrasi
b) Adanya
pembagian kerja yang sistematis
c) Adanya
tujuan yang jelas(visi misi)
d) Birokrasi
yang bebas nilai (netral)tidak memihak pada satu golongan atau politik.
Menurut mustofa
d birokrasi yang ideal adalah birokrasi yang memiliki 4 perangkat birokrasi
sebagai berikut:
1) Transformasi
nilai
2) Penataan
organisasi dan tata kerja steck holder
3) Pemantapan
managmen
4) Kompetensi
sumber daya aparatur
Selain posisi
yang strategis dalam mengimplementasikan kebijakan birokrasi juga dipandang
sebagai sarana atau kekuatan politik untuk menyatukan bangsa,anggapan ini cukup
logis karena hanya birokrasi yang mampu menjangkau rakyat sampai ke desa
desa(toha:2003)
Adanya padangan
bahwa birokrasi sebagai sarana politik yang mampu indikasi dan pengaruh
terhadap masyarakat luas,lambat laun birokrasi yang sejatinya sebagai lembaga
Negara yang mesti netral dan bebas nilai mulai dilirik dan dimanfaatkan oleh
partai potitik khususnya partai politik yang menang pemilu.sehingga birokrasi
sudah tidak bebas nilai dan di politisasi kewenanganya akibatnya birokrat
cenderung berafiliasi terhadap rezim dan golongan tertentu.
Hubungan
birokrasi dan dinamika politik terjadi ketika rezim penguasa mengintervensi dan
memasukan kewenanganya atas nama partai dan gollongan akibatnya birokrasi
menjadi cerminan dan personipikasi dari sebuah kekuatan politik yang berkuasa.
Ketika penguasa
mengganti system pemerintahanya bergantipula managmen dan regulasi birokrasi
begitu pola ketika rezim berganti maka birokrat atau pejabat birokrasi akan
ikut berganti muka.
Menurut bahtiar
effendi (dalam maliki:2000)sejak Indonesia mempunyai pejabat birokrasi sulit
menemukan periode pemerintahan yang memperlakukan birokrasi sebagai instansi
yang bebas nilai dari politik baik pada masa demokrasi parlementer,demokrasi
terpimpin,demokrasi pancasila dan periode transisional sesudahnya .interplay
antara politik dan birokrasi merupakan sesuatu yang jelas adanya.
Adapun hubungan
yang terjadi antara birokrasi dan politik pada orde yang berkuasa dapat dilihat
dari dinamika politik yang secara jelas dapat mempengaruhi jalanya birokrasi
dibawah ini :
1.
Birokrasi
Dan dinamika Politik Masa Orde Lama
Terjadinya
transisi pemerintahan dari masa hindia belanda kepada Indonesia yang merdeka
tidak hanya menimbulkan perdebatan mengenai bentuk Negara dan pemerintahan.pada
masa orde lama di awal kemerdekaan juga terjadiperdebatan mengenai bagaimana cara
regulasi dalam birokrasi khususnya mengenai steack holder atau para birokrat.
Ada
dua Yang menjadi persoalan regulasi birokrasi pada masa orde lama yang pertama
bagaimana menempatkan pegawai republic Indonesia yang telah berjasa dalam
mempertahankan NKRI akan tetapi tidak memiliki keahlian dan pengalaman dalam
hal administrasi dan birokrasi.yang kedua bagaimana menempatkan pejabat mantan
birokrat hindia belanda yang dianggap sebagai penghianat dan tidak loyal
terhadap NKRI akan tetapi memilki keahlian dan pengalaman dalam administrasi
dan birokrasi.
Model birokrasi
yang terjadi pada awal kemerdekaan adalah bersifat primodial atau tradisional
karena pejabat yang disaring adalah orang orang yang memiliki kedekatan dan
jasa terhadap pimpinan birokrasi.pada masa ini juga terjadi patronase antara
pejabat dan yang member jabatan.
Di era orde lama birokrasi dari
awal kemunculanya dipandang istimewa karena pada masa orde lama birokrasi
dinilai mampu mempersatukan bangsa.mengingat kedudukanya yang istimewa baik sebagai
sarana politik maupun dalam hal memobilisasi massa,pada tahun 1950-1959 di era
demokrasi parlementer partai partai politik mulai memandang perlu menduduki dan
memanfaatkan birokrasi sebagai kekuatan poltik yang berbasis pada
idiologi.akibatnya partai partai politik yang menang pemilu mendominasi
departemen dan lembaga Negara lainya.
Para birokrat pada masa ini tidak
lagi bersikap netral dalam melayani masyarakat,adanya dualisme kepentingan dan
jabatan antara pemerintah dan partai politik membuat birokrat lebih mementingkan
partai dan golongan dari pada masyarakat dalam menjalankan birokrasi.
Dualisme kepentingan diantara birokrat ini menyebabkan
birokrasi tidak berjaln semestinya dan bertahan lama,ketika partai yang
berkuasa berganti maka pejabat birokrasi akan berganti karena lebih
mementingkan loyalitas terhadap parati politik.
Terjadinya
dekrit presiden tanggal 5 juliyang mengkokohkan kedudukan presiden dalam
membentuk dan memimpin Negara dimana sebagai kepala pemerintahan memimpin
kabunet dan tidak bertanggung jawab terhadap DPR.adanya perubahan system
pemerintahan dan di terapkan system politik NASAKOM menjadikan lembaga
pemerintahan dan depatermen departemen sebagai incaran dan personifikasi
kekuatan tiga oartai politik yaitu PNI,PKS,dll akibatnya terjadi
polarisasikekuatan politik dan pengkaplingan departemen sesuai ideology partai
politik MASAKOM dimana departemen luar negri di kuasai oleh PNI,departemen
agama dikuasai oleh NU,departemen social dikuasai oleh PKI
Secara garis
besar birokrasi pada masa orde lama dapat di simpulkan bahwa pada masa orde
lama birokrasi belum menemukan titik seimbang dalam reglrulasi dan managemen.
Struktur dan hirerki jabatan tidaklah solid,adanya pengkapingan departemen
sebagai personifikasi dari poralisasi idiologi dan kekuatan politik serta
politisasi pada birokrasi oleh partai yang menang pemilu membuat birokrasi
tidak lagi netral karna departemen departemen sudah berapiliasi dengan partai
politik.
Semenjak departemen telah di
politisasi dan di kuasai oleh partai politik maka heraiki dan promosi jabatan
di tentukan oleh seberapa loyal pegawai terhadap keanggotaan partai akibatnya
para birokrat lebih cenderung mementingkan
partai,kader dan golongan diatas kepentingan masyarakat.tidak adanya
tranfromasi nilai dan kompentensi aparatur dlam profesionalisasi dan kinerja
birokrasi menjadikan birokrasi lemah dan rentan akan praktek KKN,dan manipulasi
kepentingan. Silih berganti birokra ketika berganti partai yang berkuasa juga
membuktikan bahwa birokrasi sebagai personifikasi partai politik yang
mengensampingkan peƱata organisasi dan tata kerja steck holder dalam pemantapan
menagemen birokrasi.
2.
Birokrasi
Dalam Dinamika Politk Orde Baru
Berakhirnya
pemerintahan soekarno (orde lama) pada tahun 1965 dan di angkatnya soeharto sebagai
presiden baru mengisyaratkan bahwa berakhirnya regulasi birokrasi ala orde
lama. Birokrasi yang sebelumnya diduduki
oleh partai partai yang berideologi NASAKOM secara total di rombak pada masa
orde baru. Orde baru memandang bahwa adanya polarisasi ideology menjadi tiga
kekuatan politik menyebabkan stabilitas nasional baik politik dan pemerintahan
terkapling kapling terhadap orientasi yang berbeda dalam pembangunan nasional.
Sejak awal
kelahiranya orde baru menekankan pada stabilitas nasional untuk membangun
pemerintahan dan politik ekonomi yang kuat, demi terciptanya stabilitas
nasional orde baru membangun konsensus nasional dimana yang menjadikan
konsensis uatamnya adalah menjalankan UUD 45 dan pancasila dengan murni dan
konsekuen. Yang selanjutnya di uraikan mengenai procedural dalam menjalankan
consensus utama (menjalankan UUD 45 dengan murni dan konsekuen). Consensus ini
kemudian di tetapkan melalui TAP MPRS no.XX/1966. Sebagai implementasinya maka
seluruh rakyat harus menjalankan pancasila dengan murni dan konsekuen tidak
terkecuali partai politik dan organisasi masa. Dengan di tetapkanya consensus
dalam TAP MPRS no.XX/1966. Menegaskan bahwa orde baru sebagai demokrasi
pancasila.
Pada masa orde
baru terjadi pemerintahan yang sentralistik dimana presiden menjadi tokoh yang
berperan penting dalam membuat sebuah kebijakan. Presiden dan atributnya
menduduki posisi puncak piramida dan menjadikan birokrasi dan ABRI sebagai
mesin politk dalam melanggengkan kekuasaan.
Para pejabat
birokrasi diangkat langsung oleh presiden dari loyalis GOLKAR dan ABRI
akibatnya terjadi patronase antara presiden sebagai patrone atau bos dan
birokrat sebagai klien atau bawahan.
Promosi jabatan
dan bantuan bantuan terhadap lembaga Negara dari pusat sangat di tentukan oleh
seberapa loyal pejabat terhadap presiden. Hal ini dapat dilihat dari seberapa
besar elektabilitas GOLKAR dalam pemilu. Jika GOLKAR menang dalam pemilu maka
pejabat birokrat akan mudah mendapat promosi jabatan dan bantuan, akan tetapi
jika elektabilitas GOLKAR kalah dlam pemilu imbasnya pejabat birokrat akan
stagnan dalam jabatan semula dan bantuan berupa inprastruktur sulit di terima.
Relasi antara
birokrasi pemerintahan dan kekuasaan politik justru telah menjadi kepanjangan
tangan kekuasaan bahkan menjadi mesin politik dalam menghimpun dukungan pilitik
pada masyarakat sampai ketingkat desa. Birokrasi tidak lagi netral dan bebas
nilai dari politik penguasa, birokrasi lebih cenderung dan memihak pada
kekuatan yang dominan yaitu GOLKAR.
Seperti yang di
katakana Dwight king “orde baru sebagai beauratik authoritear with lilmited
plurality yaitu birokrasi baik sipil
maupun militer memang sangat dominan bahkan cenderung otoriter tetapi warna
prulalisme tetap ada sekalipun terbatas yaitu dengan cara mengorganisasi kepentingan
secara korporasi. Seperti kepentingan buruh,petani dan guru yang disusun secara
vertikal tidak horizontal seperti demokrasi pada umumnya.
Adanya
birokratisasi terhadap lembaga lembaga social seperti guru dengan
PGRI,wartawan dengan PWRI dll , mengindikasikan
gejala depolitisasi kewenangan terhadap institusi social dimana salah satu
tujuannya adalah mewujudkan monoloyalitas PNS atau pejabat yang bekerja di
instasi pemerintahan.
Seperti yang
diungkapkan afan gaffan (2000):Indonesia pada masa orde baru telah terjadi
proses depolitisasi yang sangat efektif
terhadap instansi yang ada. Depolitisai di lakukan dengan cara: pertama
dengan mewujudkan konsep masa mengambang atau floating masa, control politik
terhadap partai politik dan pemerintahan akan semakin gampang dilkakukan.
Depolitisasi masa di lakukan untuk mencapai dua tujuan utama ,pertama agar orde
baru mudah membentuk format politik sesuai kehendaknya, kedua sebagai dasar
bagi terwujudnya stabilitas politk yang sangat di perlukan dalam rangka mengsukseskan
pembangunnan ekonomi nasional. Kedua mewujudkan prinsip monoloyalitas terhadap
semua pegawai negri sipil atau yang bekerja di lingkungan instansi
pemerintahan. Ketiga emaskulasi partai politik yang ada hal terasebut di
lakukan dengan dua macam cara yaitu
dengan dilakukan regroufing atau penyederhanaan system kepartaian dan
mengontrol pimpinan utama partai tersebut sehingga partai partai tersebut
mempunyai pimpinan yang akomodatif dengan pemerintah.
Dari uraian di
atas dapat di disimpulkan bahwa pada masa orde baru birokrasi memiliki ciri
khas yang berbeda dengan orde lama dimana pada masa orde baru pemisahan antara
jabatan dan politik dalam administrative tidak jelas karna di samping ada
eselonasi jabatan di bawah mentri akan tetap jabatan itu di pandang sebagai
jabatan politik. Adanya interpensi pemerintah terhadap PNS supaya memiliki
monoloyalitas terhadap GOLKAR, terjadinya bureacraty polity, dan dominasi
birokrat beserta militaer dalam pembuatan kebijakan juga birokrasi bersifat
patrimonialistik dan kooptasi organisasi masyarakat.
3.
Birokrasi
Dalam Dinamika Politik Pasca Reformasi
Pasca runtuhnya
orde baru, hal yang sangat di perhatikan dalam birokrasi adalah gejala birokrat
yang cenderung patrimonial dan patronasi pada masa orde baru di mana rule of
man lebih tinggi dari rule of law sehingga presiden menjadi sentralistik baik
dalam urusan kebijakan maupun mengangkat pejabat birokrat, birokrat di angkat
karna kedekatan pribadi penguasa sehingga terjadi relasi patronasi antara
penguasa dan birokrat, birokrat bukan hanya tidak netral akan tetapi pejabat
birokrat berperan aktif dalam mengontrol politik dan administrative.
Melihat
permasalahan birokrasi pada awal transisi maka salah satu upaya pemerintah
adalah mengadakan reformasi birokrasi. Reformasi sendiri pada hakekatnya
merupakan perubahan dalam system bukan merubah system itu sendiri
.reformasi birokrasi merupakan konsep
yang luas ruang lingkupnya, mencakup pembenahan struktural dan kultural. Secara
lebih rinci meliputi reformasi struktural (kelembagaan), prosedural, kultural,
dan etika birokrasi. Reformasi birokrasi pemerintahan diartikan sebagai
penggunaan wewenang untuk melakukan pembenahan dalam bentuk penerapan peraturan
baru terhadap sistem administrasi pemerintahan untuk mengubah tujuan, struktur
maupun prosedur yang dimaksudkan untuk mempermudah pencapaian tujuan
pembangunan. Di dalam konteks Indonesia, dengan budaya paternalistik yang masih
kuat, keberhasilan pembenahan birokrasi akan sangat ditentukan oleh peran
pemimpin atau pejabat tinggi birokrasi. Jadi pembenahan tersebut seyogianya
dilakukan dari level atas, karena pemimpin birokrasi kerapkali berperan sebagai
’patron’ sehingga akan lebih mudah menjadi contoh bagi para bawahannya. Pembenahan
birokrasi mengarah pada penataan ulang aspek internal maupun eksternal
birokrasi. Dalam tataran internal, pembenahan birokrasi harus diterapkan baik
pada level puncak (top level bureaucrats), level menengah (middle level
bureaucrats), maupun level pelaksana (street level bureaucrats). Pembenahan
pada top level harus didahulukan karena posisi strategis para birokrat di
tingkat puncak adalah sebagai pembuat keputusan strategis. Pada tataran
menengah, keputusan strategis yang dibuat oleh pemimpin harus dijabarkan dalam
keputusan-keputusan operasional dan selanjutnya ke dalam keputusan-keputusan
teknis bagi para pelaksana di lapangan (street level bureaucrats).
Tujuan reformasi
birokrasi secara garis besar adalah menciptalan pemerintahan yang good goverment
yaitu birokrasi atau pemerintahan yang modern, professional profosonal mandiri
terbuka integritas kompeten akuntable dan bebas nilai.
Untuk
menciptakan birokrasi yang bebas nilai adalah tuntutan utama dalam birokrasi
good government supaya pelayanan yang diberikan oleh birokrasi netral dan tidak
memihak pada orsospol sebagaimana yang di katakan miftah toha (2003) birokrasi
atau pemerintahan yang bukan merupakan kekuatan politik ini seharusnya di
bebaskan dari pengaruh dan keterjalinan ikatan politik dengan kekuatan kekuatan
yang sewaktu waktu bias masuk birokrasi dengan demikian di harapkan pelayanan
kepada masyarakat yang di berikan
birokrasi netral tidak memihak dan objektif.
Akan tetapi pada
kenyataanya pasca reformasi hakekat birokrasi yag bebas nilai dan netral sulit
sekali terwujud hal ini dapat dilihat dari banyaknya pejabat birokrat yang maju
menjadi calon angota legislative dan eksekutip pada pemilihan umum dari tahun
ketahunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar