Minggu, 17 November 2013

BIROKRASI dalam DINAMIKA POLITIK (HUBUNGAN BIROKRASI DENGAN POLITIK PADA ORDE LAMA ORDE BARU DAN PASCA REFORMASI)



BIROKRASI dalam DINAMIKA POLITIK
(HUBUNGAN BIROKRASI DENGAN POLITIK PADA ORDE LAMA ORDE BARU DAN PASCA REFORMASI)
OLEH YOSEF NURSYAMSI

Birokrasi secara harfiah diambil dari kata bureaucracy.bureau artinya meja sedangkan cracy artinya pemerintahan .jadi secara susunan kata birokrasi memiliki makna bahwa pemerintahan yang dijalankan atau pada proses pelayananya diatur di belakang meja.birokrasi sendiri diartikan sebagai suatu organisasi yang memiliki rantai komando dengan bentuk piramida, dimana lebih banyak orang berada ditingkat bawah dari pada tingkat atas, biasanya ditemui pada instansi yang sifatnya administratif maupun militer.(Wikipedia bahasa Indonesia:2013)
Birokrasi juga sebagai biro atau layanan fublik yang secara sfesipik mengurusi perihal administrative.secara politik birokrasi dipandang sebagai posisi tawar yang menguntungkan karena merupakan ujung tombak dalam mengimplementasikan kebijakan pemerintah yang secara langsung bersentuhan dengan masyarakat secara langsung.
Secara tipologi birokrasi debedakan menjadi dua tipe.yang pertama birokrasi tradisional atau primodial dimana birokrasi ini memiliki karakteristrik sebagai berikut:
a)      Pejabat disaring lewat kedekatan pribadi dan golongan
b)      Jabatan dipandang sebagai sumber kekayaan
c)      Pejabat mengontrol fungsi olitik dan administrative
Kedua birokrasi modern,birokrasi modern ini memiliki karakteristrik sebagai berikut:
a)    Susunan jabatan yang tetap dan terikat oleh peraturan
b)    Adanya hiraerki kekuasaan
c)    Adanya pembeda antara hak milik pribadi dan milik Negara
d)   Bebas dari monopoli dan intervensi politik manapun

Dari tipologi birokrasi diatas secara procedural kita akan mendapatkan hakekat birokrasi yang ideal yaitu birokrasi yang memiliki cirri sebagai berikut:
a)      Adabya hiraeki jabatan sebagai upaya konsolidasi birokrasi
b)      Adanya pembagian kerja yang sistematis
c)      Adanya tujuan yang jelas(visi misi)
d)     Birokrasi yang bebas nilai (netral)tidak memihak pada satu golongan atau politik.

Menurut mustofa d birokrasi yang ideal adalah birokrasi yang memiliki 4 perangkat birokrasi sebagai berikut:
1)      Transformasi nilai
2)      Penataan organisasi dan tata kerja steck holder
3)      Pemantapan managmen
4)      Kompetensi sumber daya aparatur

Selain posisi yang strategis dalam mengimplementasikan kebijakan birokrasi juga dipandang sebagai sarana atau kekuatan politik untuk menyatukan bangsa,anggapan ini cukup logis karena hanya birokrasi yang mampu menjangkau rakyat sampai ke desa desa(toha:2003)
Adanya padangan bahwa birokrasi sebagai sarana politik yang mampu indikasi dan pengaruh terhadap masyarakat luas,lambat laun birokrasi yang sejatinya sebagai lembaga Negara yang mesti netral dan bebas nilai mulai dilirik dan dimanfaatkan oleh partai potitik khususnya partai politik yang menang pemilu.sehingga birokrasi sudah tidak bebas nilai dan di politisasi kewenanganya akibatnya birokrat cenderung berafiliasi terhadap rezim dan golongan tertentu.
Hubungan birokrasi dan dinamika politik terjadi ketika rezim penguasa mengintervensi dan memasukan kewenanganya atas nama partai dan gollongan akibatnya birokrasi menjadi cerminan dan personipikasi dari sebuah kekuatan politik yang berkuasa.
Ketika penguasa mengganti system pemerintahanya bergantipula managmen dan regulasi birokrasi begitu pola ketika rezim berganti maka birokrat atau pejabat birokrasi akan ikut berganti muka.
Menurut bahtiar effendi (dalam maliki:2000)sejak Indonesia mempunyai pejabat birokrasi sulit menemukan periode pemerintahan yang memperlakukan birokrasi sebagai instansi yang bebas nilai dari politik baik pada masa demokrasi parlementer,demokrasi terpimpin,demokrasi pancasila dan periode transisional sesudahnya .interplay antara politik dan birokrasi merupakan sesuatu yang jelas adanya.
Adapun hubungan yang terjadi antara birokrasi dan politik pada orde yang berkuasa dapat dilihat dari dinamika politik yang secara jelas dapat mempengaruhi jalanya birokrasi dibawah ini :

1.      Birokrasi Dan dinamika Politik Masa Orde Lama
Terjadinya transisi pemerintahan dari masa hindia belanda kepada Indonesia yang merdeka tidak hanya menimbulkan perdebatan mengenai bentuk Negara dan pemerintahan.pada masa orde lama di awal kemerdekaan juga terjadiperdebatan mengenai bagaimana cara regulasi dalam birokrasi khususnya mengenai steack holder atau para birokrat.
Ada dua Yang menjadi persoalan regulasi birokrasi pada masa orde lama yang pertama bagaimana menempatkan pegawai republic Indonesia yang telah berjasa dalam mempertahankan NKRI akan tetapi tidak memiliki keahlian dan pengalaman dalam hal administrasi dan birokrasi.yang kedua bagaimana menempatkan pejabat mantan birokrat hindia belanda yang dianggap sebagai penghianat dan tidak loyal terhadap NKRI akan tetapi memilki keahlian dan pengalaman dalam administrasi dan birokrasi.
Model birokrasi yang terjadi pada awal kemerdekaan adalah bersifat primodial atau tradisional karena pejabat yang disaring adalah orang orang yang memiliki kedekatan dan jasa terhadap pimpinan birokrasi.pada masa ini juga terjadi patronase antara pejabat dan yang member jabatan.
Di era orde lama birokrasi dari awal kemunculanya dipandang istimewa karena pada masa orde lama birokrasi dinilai mampu mempersatukan bangsa.mengingat kedudukanya yang istimewa baik sebagai sarana politik maupun dalam hal memobilisasi massa,pada tahun 1950-1959 di era demokrasi parlementer partai partai politik mulai memandang perlu menduduki dan memanfaatkan birokrasi sebagai kekuatan poltik yang berbasis pada idiologi.akibatnya partai partai politik yang menang pemilu mendominasi departemen dan lembaga Negara lainya.
Para birokrat pada masa ini tidak lagi bersikap netral dalam melayani masyarakat,adanya dualisme kepentingan dan jabatan antara pemerintah dan partai politik membuat birokrat lebih mementingkan partai dan golongan dari pada masyarakat dalam menjalankan birokrasi.
Dualisme  kepentingan diantara birokrat ini menyebabkan birokrasi tidak berjaln semestinya dan bertahan lama,ketika partai yang berkuasa berganti maka pejabat birokrasi akan berganti karena lebih mementingkan loyalitas terhadap parati politik.
Terjadinya dekrit presiden tanggal 5 juliyang mengkokohkan kedudukan presiden dalam membentuk dan memimpin Negara dimana sebagai kepala pemerintahan memimpin kabunet dan tidak bertanggung jawab terhadap DPR.adanya perubahan system pemerintahan dan di terapkan system politik NASAKOM menjadikan lembaga pemerintahan dan depatermen departemen sebagai incaran dan personifikasi kekuatan tiga oartai politik yaitu PNI,PKS,dll akibatnya terjadi polarisasikekuatan politik dan pengkaplingan departemen sesuai ideology partai politik MASAKOM dimana departemen luar negri di kuasai oleh PNI,departemen agama dikuasai oleh NU,departemen social dikuasai oleh PKI
Secara garis besar birokrasi pada masa orde lama dapat di simpulkan bahwa pada masa orde lama birokrasi belum menemukan titik seimbang dalam reglrulasi dan managemen. Struktur dan hirerki jabatan tidaklah solid,adanya pengkapingan departemen sebagai personifikasi dari poralisasi idiologi dan kekuatan politik serta politisasi pada birokrasi oleh partai yang menang pemilu membuat birokrasi tidak lagi netral karna departemen departemen sudah berapiliasi dengan partai politik.
Semenjak departemen telah di politisasi dan di kuasai oleh partai politik maka heraiki dan promosi jabatan di tentukan oleh seberapa loyal pegawai terhadap keanggotaan partai akibatnya para birokrat lebih cenderung mementingkan  partai,kader dan golongan diatas kepentingan masyarakat.tidak adanya tranfromasi nilai dan kompentensi aparatur dlam profesionalisasi dan kinerja birokrasi menjadikan birokrasi lemah dan rentan akan praktek KKN,dan manipulasi kepentingan. Silih berganti birokra ketika berganti partai yang berkuasa juga membuktikan bahwa birokrasi sebagai personifikasi partai politik yang mengensampingkan peƱata organisasi dan tata kerja steck holder dalam pemantapan menagemen birokrasi.

2.      Birokrasi Dalam Dinamika Politk Orde Baru
Berakhirnya pemerintahan soekarno (orde lama) pada tahun 1965 dan di angkatnya soeharto sebagai presiden baru mengisyaratkan bahwa berakhirnya regulasi birokrasi ala orde lama. Birokrasi  yang sebelumnya diduduki oleh partai partai yang berideologi NASAKOM secara total di rombak pada masa orde baru. Orde baru memandang bahwa adanya polarisasi ideology menjadi tiga kekuatan politik menyebabkan stabilitas nasional baik politik dan pemerintahan terkapling kapling terhadap orientasi yang berbeda dalam pembangunan nasional.
Sejak awal kelahiranya orde baru menekankan pada stabilitas nasional untuk membangun pemerintahan dan politik ekonomi yang kuat, demi terciptanya stabilitas nasional orde baru membangun konsensus nasional dimana yang menjadikan konsensis uatamnya adalah menjalankan UUD 45 dan pancasila dengan murni dan konsekuen. Yang selanjutnya di uraikan mengenai procedural dalam menjalankan consensus utama (menjalankan UUD 45 dengan murni dan konsekuen). Consensus ini kemudian di tetapkan melalui TAP MPRS no.XX/1966. Sebagai implementasinya maka seluruh rakyat harus menjalankan pancasila dengan murni dan konsekuen tidak terkecuali partai politik dan organisasi masa. Dengan di tetapkanya consensus dalam TAP MPRS no.XX/1966. Menegaskan bahwa orde baru sebagai demokrasi pancasila.
Pada masa orde baru terjadi pemerintahan yang sentralistik dimana presiden menjadi tokoh yang berperan penting dalam membuat sebuah kebijakan. Presiden dan atributnya menduduki posisi puncak piramida dan menjadikan birokrasi dan ABRI sebagai mesin politk dalam melanggengkan kekuasaan.
Para pejabat birokrasi diangkat langsung oleh presiden dari loyalis GOLKAR dan ABRI akibatnya terjadi patronase antara presiden sebagai patrone atau bos dan birokrat sebagai klien atau bawahan.
Promosi jabatan dan bantuan bantuan terhadap lembaga Negara dari pusat sangat di tentukan oleh seberapa loyal pejabat terhadap presiden. Hal ini dapat dilihat dari seberapa besar elektabilitas GOLKAR dalam pemilu. Jika GOLKAR menang dalam pemilu maka pejabat birokrat akan mudah mendapat promosi jabatan dan bantuan, akan tetapi jika elektabilitas GOLKAR kalah dlam pemilu imbasnya pejabat birokrat akan stagnan dalam jabatan semula dan bantuan berupa inprastruktur sulit di terima.
Relasi antara birokrasi pemerintahan dan kekuasaan politik justru telah menjadi kepanjangan tangan kekuasaan bahkan menjadi mesin politik dalam menghimpun dukungan pilitik pada masyarakat sampai ketingkat desa. Birokrasi tidak lagi netral dan bebas nilai dari politik penguasa, birokrasi lebih cenderung dan memihak pada kekuatan yang dominan yaitu GOLKAR.
Seperti yang di katakana Dwight king “orde baru sebagai beauratik authoritear with lilmited plurality  yaitu birokrasi baik sipil maupun militer memang sangat dominan bahkan cenderung otoriter tetapi warna prulalisme tetap ada sekalipun terbatas yaitu dengan cara mengorganisasi kepentingan secara korporasi. Seperti kepentingan buruh,petani dan guru yang disusun secara vertikal tidak horizontal seperti demokrasi pada umumnya.
Adanya birokratisasi terhadap lembaga lembaga social seperti guru dengan PGRI,wartawan  dengan PWRI dll , mengindikasikan gejala depolitisasi kewenangan terhadap institusi social dimana salah satu tujuannya adalah mewujudkan monoloyalitas PNS atau pejabat yang bekerja di instasi pemerintahan.
Seperti yang diungkapkan afan gaffan (2000):Indonesia pada masa orde baru telah terjadi proses depolitisasi yang sangat efektif  terhadap instansi yang ada. Depolitisai di lakukan dengan cara: pertama dengan mewujudkan konsep masa mengambang atau floating masa, control politik terhadap partai politik dan pemerintahan akan semakin gampang dilkakukan. Depolitisasi masa di lakukan untuk mencapai dua tujuan utama ,pertama agar orde baru mudah membentuk format politik sesuai kehendaknya, kedua sebagai dasar bagi terwujudnya stabilitas politk yang sangat di perlukan dalam rangka mengsukseskan pembangunnan ekonomi nasional. Kedua mewujudkan prinsip monoloyalitas terhadap semua pegawai negri sipil atau yang bekerja di lingkungan instansi pemerintahan. Ketiga emaskulasi partai politik yang ada hal terasebut di lakukan dengan dua macam cara yaitu  dengan dilakukan regroufing atau penyederhanaan system kepartaian dan mengontrol pimpinan utama partai tersebut sehingga partai partai tersebut mempunyai pimpinan yang akomodatif dengan pemerintah.
Dari uraian di atas dapat di disimpulkan bahwa pada masa orde baru birokrasi memiliki ciri khas yang berbeda dengan orde lama dimana pada masa orde baru pemisahan antara jabatan dan politik dalam administrative tidak jelas karna di samping ada eselonasi jabatan di bawah mentri akan tetap jabatan itu di pandang sebagai jabatan politik. Adanya interpensi pemerintah terhadap PNS supaya memiliki monoloyalitas terhadap GOLKAR, terjadinya bureacraty polity, dan dominasi birokrat beserta militaer dalam pembuatan kebijakan juga birokrasi bersifat patrimonialistik dan kooptasi organisasi masyarakat.

3.      Birokrasi Dalam Dinamika Politik Pasca Reformasi 
Pasca runtuhnya orde baru, hal yang sangat di perhatikan dalam birokrasi adalah gejala birokrat yang cenderung patrimonial dan patronasi pada masa orde baru di mana rule of man lebih tinggi dari rule of law sehingga presiden menjadi sentralistik baik dalam urusan kebijakan maupun mengangkat pejabat birokrat, birokrat di angkat karna kedekatan pribadi penguasa sehingga terjadi relasi patronasi antara penguasa dan birokrat, birokrat bukan hanya tidak netral akan tetapi pejabat birokrat berperan aktif dalam mengontrol politik dan administrative.
Melihat permasalahan birokrasi pada awal transisi maka salah satu upaya pemerintah adalah mengadakan reformasi birokrasi. Reformasi sendiri pada hakekatnya merupakan perubahan dalam system bukan merubah system itu sendiri
.reformasi birokrasi merupakan konsep yang luas ruang lingkupnya, mencakup pembenahan struktural dan kultural. Secara lebih rinci meliputi reformasi struktural (kelembagaan), prosedural, kultural, dan etika birokrasi. Reformasi birokrasi pemerintahan diartikan sebagai penggunaan wewenang untuk melakukan pembenahan dalam bentuk penerapan peraturan baru terhadap sistem administrasi pemerintahan untuk mengubah tujuan, struktur maupun prosedur yang dimaksudkan untuk mempermudah pencapaian tujuan pembangunan. Di dalam konteks Indonesia, dengan budaya paternalistik yang masih kuat, keberhasilan pembenahan birokrasi akan sangat ditentukan oleh peran pemimpin atau pejabat tinggi birokrasi. Jadi pembenahan tersebut seyogianya dilakukan dari level atas, karena pemimpin birokrasi kerapkali berperan sebagai ’patron’ sehingga akan lebih mudah menjadi contoh bagi para bawahannya. Pembenahan birokrasi mengarah pada penataan ulang aspek internal maupun eksternal birokrasi. Dalam tataran internal, pembenahan birokrasi harus diterapkan baik pada level puncak (top level bureaucrats), level menengah (middle level bureaucrats), maupun level pelaksana (street level bureaucrats). Pembenahan pada top level harus didahulukan karena posisi strategis para birokrat di tingkat puncak adalah sebagai pembuat keputusan strategis. Pada tataran menengah, keputusan strategis yang dibuat oleh pemimpin harus dijabarkan dalam keputusan-keputusan operasional dan selanjutnya ke dalam keputusan-keputusan teknis bagi para pelaksana di lapangan (street level bureaucrats).
Tujuan reformasi birokrasi secara garis besar adalah menciptalan pemerintahan yang good goverment yaitu birokrasi atau pemerintahan yang modern, professional profosonal mandiri terbuka integritas kompeten akuntable dan bebas nilai.
Untuk menciptakan birokrasi yang bebas nilai adalah tuntutan utama dalam birokrasi good government supaya pelayanan yang diberikan oleh birokrasi netral dan tidak memihak pada orsospol sebagaimana yang di katakan miftah toha (2003) birokrasi atau pemerintahan yang bukan merupakan kekuatan politik ini seharusnya di bebaskan dari pengaruh dan keterjalinan ikatan politik dengan kekuatan kekuatan yang sewaktu waktu bias masuk birokrasi dengan demikian di harapkan pelayanan kepada  masyarakat yang di berikan birokrasi netral tidak memihak dan objektif.
Akan tetapi pada kenyataanya pasca reformasi hakekat birokrasi yag bebas nilai dan netral sulit sekali terwujud hal ini dapat dilihat dari banyaknya pejabat birokrat yang maju menjadi calon angota legislative dan eksekutip pada pemilihan umum dari tahun ketahunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PANCASILA DAN BERBAGAI DEFINISI

Review Buku Kaelani klik link dibawah ini  https://docs.google.com/document/d/142IaPq55EThm5V0yfzz-dE0drDFMDc2Lfn9UcIib330/edit?usp=sh...