Senin, 29 Juni 2015

Diskriminasi Negara Dan Mayoritas Terhadap Minoritas Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia

Diskriminasi Negara Dan Mayoritas Terhadap Minoritas
Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia
Oleh:Yosef Nursyamsi
123507022

Indonesia merupakan Negara demokrasi terbesar ke tiga di dunia,sebagai Negara demokrasi Indonesia mulai diakui oleh dunia luas khususnya oleh Negara Negara barat setelah berhasil menyelenggarakan pemilihan umum yang pertama pada tahun 1955,bahkan pemilihan umum pada saat itu di pandang oleh dunia barat sebagai penyelenggaraan pemilihan umum yang paling demokratis,dimana warga Negara berperan aktip dalam berfartisipasi politik,dan diberikan jaminan oleh Negara untuk mengeluarkan pendapat,berkumpul dan berserikat bahkan warga Negara diberikan kebebasan untuk mendirikan berbagai elemen organisasi dan partai politik sesuai dengan idiologi yang diyakini oleh setiap warga Negara.pemilihan umum yang pertama ini tercatat diikuti oleh 172 kontestan partai politik dengan empat partai besar pemenang pemilihan umum.
Pencapaian demokrasi procedural ini ternyata tidak dibarengi dengan pencapaian demokrasi substansional,Negara Indonesia dianggap telah gagal dalam mengimplementasikan substansi dari proses demokratisasi itu sendiri,hal ini terlihat dari peran dan kebijakan orde lama sampai orde baru dalam menerapkan kebijakan perihal supremasi hokum,keadilan dan penegakan hak asasi manusia.padahal dua komponen tersebut merupakan hal paling penting dan mendasar yang harus dijunjung tinggi oleh Negara demokrasi.
Supremasi hokum dianggap” tumpul keatas dan tajam kebawah”, bagi para tokoh dan elit pemerintahan seakan memiliki hak imunitas terhadap berbagai pelanggaran dan sangsi hokum.hukum justru dijadikan instrument legitimasi untuk melanggengkan kekuasaan dan kedudukanya,sementara masyarakat kecil harus berjuang tanpa hasil mencari keadilan atas hokum.pemerintahan yang represif dan cenderung “dictator”terus merestrick ruang fublik bahkan menganggap subversive terhadap masyarakat yang tidak sejalan dan searah dengan kebijakan pemerintah.
Permasalan  HAM juga dipandang sebagai isu global yang sangat menyita perhatian dunia.terutama di masa rezim orde lama dan orde baru berkuasa,konfrontasi dan pelenyapan nyawa warga Negara yang dianggap subversive terhadap eksistensi pemerintahan dan NKRI kerap terjadi diberbagai wilayah Indonesia.
Pasca reformasi permasalahan HAM mulai mengalami pergeseran pandangan dari yang bersifat represif dan kekerasan oleh Negara terhadap ex anggota,keluarga,dan relasi organisasi yang dianggap subversive bergesar menjadi penegakan HAM yang bersifat diskriminatif terhadap masyarakat minoritas baik yang dilakukan oleh masyarakat mayoritas maupun oleh Negara melalui serangkaian kebijakan yang merestrick bahkan menderogable masyarakat minoritas.
Hak asasi manusia pada dasarnya merupakan hak hak yang harus dimiliki dan diterima oleh setiap individu sesuai dengan kodrat yang sesungguhnya tanpa adanya perbedaan dan diskriminasi sebagai mahluk ciptaan tuhan yang maha esa.
Di Indonesia sendiri pengertian HAM telah diatur dalam uu no 39 tahun 1999 pada pasal satu yang menjelaskan sebagai” Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”. artinya setiap warga Negara dijamin keberadaanya dan kebebasanya oleh konstitusi Negara dalam menjalankan setiap sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara setiap orang dan Negara di tuntut memiliki toleransi dan kesadaran hokum terhadap individu lainya untuk menjalankan aktifitasnya tanpa adanya restrick(batasan) bahkan bersifat non derogable (tidak bias dibatasi dalam keadaan apapun) kecuali oleh undang undang apabila bersipat negatip dan mengancam stabilitas Negara.
Pada kenyataanya UU no 39 tahun 1999 ini hanya bersifat semantic daripada normative,mengingat masih banyak pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia baik yang dilakukan oleh masyarakat mayoritas dan Negara terhadap masyarakat yang minoritas melaui berbagai kebijakan yang dibuat.
a)      Diskriminatif Masyarakat Mayoritas Terhadap Keberadaan Masyarakat Minoritas
Diskriminasi adalah “setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya”(uu no 39/1999).
Proses diskriminasi itu sendiri lahir ketika masyarakat melihat suatu perbedaan antara dirinya atau kelompok yang satu dengan kelompok lainya,sehingga akan melahirkan perasangka dan stigma negatip tentang keberadaan kelompok lainya dimana kelompok yang mayoritas selalu menganggap dirinya sebagai kelompok yang superior dan melegitimasi setiap tindakanya sebagai suatu kebenaran yang harus diterima oleh masyarakat minoritas yang apriori.
Prasangka histories dan perasaan superioritas mayoritas terhadap minoritas sangat sulit di hilangkan terutama dalam permasalahan SARA,salah satu contohnya adalah:
a.       Penolakan pembangunan gereja di kota bekasi.
Sikap masyarakat muslim sebagai mayoritas di kota bekasi dalam menolak pembangunan tempat ibadah gereja HKBP PT menjadi suatu bukti bagi lemahnya sikap toleransi antar umat beragama serta kurangya penegakan HAM
Adanya  pembangunan gereja ini di pandang oleh masyarakat muslim sebagai suatu perasangka histories terhadap minoritas Kristen sebagai misionaris yang bertujuan untuk menyebarkan agama Kristen,selain itu umat muslim sebagai mayoritas menganggap dirinya superior diatas masyarakat Kristen minoritas yang harus tetap didominasi,terjadinya dominasi mayoritas ini bertujuan untuk mengukuhkan pengaruh dan kepentingan mayoritas sekaligus mempertahankan setatus atau posisi yang ada sekarang( status quo) dan menahan proses perubahan social yang dimungkinkan akan mengacaukan status trsebut.
Minoritas Kristen tidak hanya terdiskriminasikan dalam permasalahan beragam,namun juga teralienasi dari kehidupan bermasyarakat lebih jauhnya sikap in-group felling yang berlebihan dalam masyarakat mayoritas kerap kali menstigmakan “sesat” terhadap agama dan keyakinan yang lainya dan lambat laun terfragmentasi menjadi kebencian dan penistaan terhadap agama minoritas. Permasalahan mayoritas juga terjadi di daerah Indonesia bagian timur dimana mayoritas Kristen mendiskriminasikan minoritas muslim.kondisi seperti ini menjadi konflik laten antar umat beragama yang apabila terdapat trigger sekecil apapun akan menjadi isu dan konflik besar berkelanjutan.
b.      Kasus lainya seperti pelarangan terhadap jalanya penyelenggaraan ibadat ahmadiyyah dan syiah
b)     .Diskriminasi Negara Terhadap Masyarakat Minoritas
Sebagai supra struktur Negara pemerintahan Indonesia seharusnya memiliki power control terhadap penegakan HAM yang mendeskriditkan masyarakat minoritas,akan tetapi pada kenyataanya pemerintahan justru kerap kali mengeluarkan kebijakan yang dianggap mendeskriminasikan masayarakat minoritas tersebut dan memiliki kepentingan bagi masyarakt mayoritas diantara kebijakan tersebut adalah tidak adanya afirmasi bagi suku pribumi di pedalaman yang secara turun temurun masih memegang teguh kepercayaan nenek moyang,padahal mereka sebagai warga Negara yang juga berhak atas kebebasan beragama dan telah hadir di wilayah nusantara sebelum Negara ini terbentuk.
Masyarakat minoritas pedalaman terkonfirmasi dalam catatan sipil seperti kepemilikan dikarenakan agama atau keyakinan yang mereka anut tidak termasuk kedalam agama yang diakui oleh Negara,implikasinya mereka kehilangan hak politik dan sipilnya sebagai warga Negara bahkan untuk urusan pernikahan harus melalui serangkaian regulasi yang rumit dan panjang,seperti harus mealalui dinas budaya pariwisata  sebelum di catat di dinas pencatatan sipil karena KUA dan pengadilan pencatatan sipil belum mengakui keyakinan mereka.
Permasalan agama ini semakin terkonfirmasi dalam uu no 1/pnps/1965 tentang penistaan agama atau penodaan agama yang menuai polemic dan telah di judicial review ke mahkama konstitusi mengenai pasal satu yang menjelaskan  “Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan, atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan agama itu, penafsiran dan kegiatannya”.
Undang undang ini secara otomatis mengdiskriminasikan keyakinan dan agama selain agama yang di akui oleh Negara seperti:islam,Kristen,budha,hindu,konghucu,ditambah lima keyakinan yahudi,Shinto dan taosim.dilihat dari penegakan HAM undang undang mengenai penistaan agama jelas telah melanggar konvensi internasional mengenai HAM yang telah diratifikasi oleh Indonesia karena telah meresrtick kebebasan individu dalam beragama yang pada hakekatnya menjadi hak bagi manusia yang bersifat non derogable.akan tetapi disisi lain undang undang ini di perlukan oleh Negara ini untuk diperuntukan sebagai instrument terhadap konflik horizontal antar umat beragama yang apabila undang undang ini di cabut maka akan terjadi multi tafsir apabila negar mengintervensi atau mengontrol konflik yang berlatar belakang agama sehingga tidak ada lagi landasan hokum bagi Negara untuk memediasi konflik tersebut.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PANCASILA DAN BERBAGAI DEFINISI

Review Buku Kaelani klik link dibawah ini  https://docs.google.com/document/d/142IaPq55EThm5V0yfzz-dE0drDFMDc2Lfn9UcIib330/edit?usp=sh...