Konsep Ekonomi Politik
Sebelum membahas konsep dan teori tentang ekonomi politik,
terlebih dahulu harus di fahami tentang metode dan atau pendekatan dalam
ekonomi politik. Pendekatan dalam ekonomi politik sendiri menurut Ikbar (2007:
2) bersifat fleksibel dan elektis, fleksibel artinya dapat memformulasikan
dirinya ke dalam berbagai substansi dan konstektualitas keilmuan dalam kerangka
interdisipliner. Sedangkan elektis diartikan bahwa ia dapat menjadi dirinya
sendiri dan dapat pula dikatakan sebagai suatu perpaduan dari serangkaian sudut
pandang, cara, dan alat analisis yang bersumber dari disiplin lain yang sudah
menjadi bagian dari ekonomi politik karena sebab akibat, keterhubungan
korelatif, dan linkages dalam proses interdisipliner filsafat dasarnya,
yang kelak berhubungan dengan dunia idioligismenya dan dunia tindakan.
Pendekatan ekonomi menurut Y King (dalam Ikbar, 2007: 2)
ialah sebagai alat analisis yang menitikberatkan kepada kekuasaan politik
sebagai variabel dominan. Pengamatannya banyak tertuju pada segi-segi politik
yang mengubah aspek-aspek ekonomi (Prisma, No. 3, 1989). Pandangan ini berbeda
dengan mahzab sosialis di mana mereka secara agresif menempatkan pendekatan
ekonomi politik berupa neo-political economy, yang alat analisisnya
(salah satu makna pendekatan) mengaplikasikan asumsi-asumsi bahasa maupun
logika ekonomi politik neo-klasic kedalam seluruh rentangan pembuatan
keputusan publik maupun private. penganut faham ini umumnya menganggap
politik bukan sebagai sebab, tetapi akibat proses produksi, dan lebih jauh lagi
pusat perhatiannya diarahkan pada pertentangan kelas-kelas masyarakat.
Saat ini orang-orang penstudi ekonomi politik sudah mulai
menemukan identitas terpenting dalam studi ini, yaitu adanya dua bidang tema
hubungan yang saling mempengaruhi, melengkapi atau saling berkaitan dan bahkan
dikaitkan antara suatu keadaan, kejadian, peristiwa, gejala ataupun fenomena
kehidupan dalam dunia ‘economestrics’ dan dunia ‘politics’, baik
hubungan yang bersifat kausal, korelasional, dan perkaitan atau linkages serta
inter-linkages yang erat dengan model deterministik. Sebagaimana
Staniland ( dalam Ikbar, 2007: 3) menyebutkan:
“bagaimana politik
menentukan aspek-aspek ekonomi dan bagaimana ekonomi menentukan proses-proses
politik (Staniland: 5) atau pandangan yang mengambil model interaktif
yang secara fungsional membedakan dunia ekonomi dan politik tetapi keduanya
mempunyai pengaruh reciprocal”
kedua bidang ekonomi dan politik (Ikbar, 2007: 3-4) dimaksud,
secara explanatory dan normative sesungguhnya saling
komplementasi, tergantung kepada keperluan mana ia ditempatkan, ia berhubungan
satu dengan lainnya dalam upaya menjelaskan bagaimana hubungan antara bidang
ekonomi dan bidang politik berproses serta dapat berkaitan melalui pengaruh
yang bersifat timbal balik, misalnya pada filsafat dasar kausalitas; mana yang
sebab dan mana yang akibat. Sisi yang paling dominan akan ditentukan oleh
situasi dan kondisi yang berlaku, bisa saja proses politik lebih dominan
dibandingkan aspek-aspek ekonomi, atau sebaliknya. Adakalanya orang berpikir
lebih aman jika menempatkan hubungan determinasi ekonomi dan politik dalam
perilaku korelasional karena menganggap hubungan yang terjadi di antara
keduanya diidentifikasikan berdasarkan ketidaklangsungan variabel (akibat
berbagai faktor X atau lainnya diluarnya), dan akhirnya ditarik suatu
kesimpulan, atau bahkan hubungan yang tidak bersangkut paut sama sekali, namun
dicobakaitkan satu sama lain untuk ditarik kesimpulan adanya hubungan faktor
politik dan faktor ekonomi. Secara logika dapat dicontohkan hubungan tersebut
sebagaimana pernyataan:
1)
Kemarau
panjang tanah menjadi kering (kausalitas)
2)
Kemarau
panjang menimbulkan kelaparan (korelasional)
3)
Kemarau
panjang dan maraknya kejahatan (perkaitan/linkages)
Ekonomi politik menurut Ikbar (2007: 4-5) secara teoritikal
tidak dapat dikaji secara sendiri-sendri dalam arti ada bidang ekonomi secara
terpisah dan ada bidang politik secara terpisah juga. Pemisahan dunia ekonomi
dan politik kini sudah mulai dipadukan melalui sejumlah konsep dan teori
ekonomi politi yang dialektika, deterministik, dan interaktif dengan
kecenderungan aktor-aktor ekonomi yang harus mencermati aspek-aspek politik.
Demikian juga sebaliknya, politik harus memberi perhatian kepada berbagai aspek
ekonomi secara timabal-balik. Gilpin (1987) memberi idea-idea dengan membuka
sejumlah pertanyaan untuk mencari tahu konsep-konsep ekonomi politik:
“bagaimana negara dan
proses politik yang terkait di dalamnya mempengaruhi produksi dan distribusi
kekayaan, bagaimana keputusan-keputusan politik dan kepentingan-kepentingan
yang ada mempengaruhi lokasi aktivitas ekonomi tersebut, dan dengan cara apa
sebaliknya, serta bagaimana kekuatan-kekuatan ekonomi mempengaruhi penyebaran
leluasaan dan kemakmuran diantara aktor-aktor politik dan di antara
negara-negara. Akhirnya, bagaimana kekuatan-kekuatan ekonomi tersebut mengubah
distribusi politik dan militer para peringkat internasional”.
Ekonomi politik menurut Ikbar (2007: 7-8) dapat
diidentifikasikan dari beberapa pokok perhatian diantaranya adalah sebagai
suatu kajian daripada berbagai peristiwa, fakta, fenomena, dan gejala yang
ditimbulkan oleh efek kebijaksanaan (policy/strategi) pemerintah dalam
berbagai aspek yang langsung berkaitan dengan proses hubungan dimensi antara
negara, rakyat, dan lingkungan hidupnya. Sedangkan batasan-batasan dalam proses
pembentukan teori ekonomi politik diantaranya adalah: pertama teori-teori
parsimoni[1]
dapat merupakan kekuatan yang eksplanatif, namun bersifat terbatas yang
dapat digunakan sebagai titik awal suatu penelitian. Kedua teori-teori siklus historis dan perubahan
historis (termasuk pemahaman tentang tingkah laku manusia/behavoral) yang
membatasi bidang generalisasi hukum empirik dan historis.
Lebih lanjutnya, Staniland dalam Ikbar (2007: 8) menyebutkan
dengan sederhana tentang pembangunan subsequent yang dijelaskanya
sebagai berikut:
1)
Ortodox liberalism, cenderung melakukan analisis dan normatif individu (khususnya sikap dan
kepentingan) masyarakat sebagai suatu agregasi atau suatu hasil pencarian
kepentingan individu, negara sebagai agen untuk mengikuti kepentingan individu.
2)
Kritik
sosial dari liberalisme menyerang asumsi liberal yang secara individu ada dan
melakukan isolasi, yang kemudian kembali bereaksi melaui penegasan bahwa
“masyarakat” membentuk tingkah laku individu. Secara metodelogi kolekivisme,
ia merupakan suatu jaraj menentang terhadap individualisme. Bentuk permintaan
dari penjelasan sosial lebih jauh dipilah dalam garis perbedaan yang dierima
oleh masyarakat dan nefara berupa:
a.
Economism, yang menyatakan (sebagaimana yang dilakukan
liberal) bahwa proses politik merupakan suatu hasil dari proses bukan politik,
tetapi liberal melihat proses politik sebagai suatu hasil dari interaksi antara
tekanan sosial. Tekanan tersebut (diperkirakan sebagaimana halnya marxisme)
menjadi kelas-kelas, atau seperti dalam teori prulalistic dengan
kelompok-kelompok kepentingan. Namun demikian, dalam kedua kasus peluang kedua
negara atau lainnya yang lebih spesifik, struktur politik tersusun, dan bereaksi
untuk menunjukan kepentingan mereka sendiri yang diperluas.
b.
Politicsm, yang
menyatakan bahwa struktur politik dapat membangun kepentingan mereka sendiri
dan dapat mengganggu kepentingan mereka tersebut pada kepentingan ekonomi
spesifik, “rasionalitas politik” (untuk menggunakan formulasi lain) dapat
berlaku atas rasionalitas ekonomi: “power” dilihat sebagai fundamen
untuk pembentukan sistem ekonomi.
Proses timbal balik ekonomi dan politik menurut Ikbar (2007:
10-11) paling tidak dipengaruhi oleh tiga unsur penting, tentang cara di mana
faktor politik mempengaruhi hasil ekonomi, yaitu:
1)
Sistem
politik membentuk sistem ekonomi, karena struktur dan kerja sistem ekonomi
internasional (dalam arti luas) ditentukan pula oleh struktur dan kerja sistem
politik internasional
2)
Pandangan-pandangan
politik seringkali membentuk kebijakan ekonomi, oleh sebab kebijakan ekonomi
pada umumnya didikte oleh kepentingan-kepentingan politik
3)
Hubungan
ekonomi internasional itu sendiri merupakan hubungan politik, karena interaksi
ekonomi internasional seperti interaksi politik internasional, merupakan proses
dimana aktor negara dan bukan negara melakukan dan atau mengalami:
a)
Mengatasi
konflik atau kegagalan mengatasi konflik
b)
Bekerjasama
atau mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan bersama.
Sementara itu hubungan atau subordinasi antara pemerintah dan
pasar akan saling mempengaruhi, hal tersebut menurut Lindblom dalam Ikbar
(2007:13) akan menghasilkan suatu bentuk figur dominasi dari salah satunya.
Dasar dari ekonomi politik tersebut adalah pasar, kekuasaan negara, dan
persuasi. Secara teoritis dikemukakan hubungan antara negara, pengelasan, dan
hubungan ekonomi dalam tiga bentuk:
1)
Negara
memiliki kekuatan yang mengatur dan mengontrol dinamika sosial
2)
Merupakan
kebalikan dari konsep diatas (1) dimana negara adalah alat kaum elit yang
menjalankan kepentingan dari kelas sosial yang mendominasi
3)
Negara
di pandang sebagai bagian dari suatu kompleks proses sosial, politik dan
ekonomi dimana didalamnya terkandung gabungan antara proses-proses kenegaraan
dan proses dalam kelas sosial. Proses negara dan kelas sosial bertemu dalam
suatu titik berupa aktivitas produksi dan distribusi.
Sumber Ikbar, Yanuar. 2007. Ekonomi politik internasional
2 implementasi konsep dan teori. Refika Aditama: Bandung
[1]Pada
teori yang bersifat parsimoni menurut
Ikbar (2007:7) dapat diamati berupa proses memproyeksikan berbagai teori untuk
dapat menjelaskan atau bahkan memprediksikan sesuatu realitas umum (general)
dari realitas yang khusus. Disini terkandung sejumlah variabel dari berbagai
kemungkinan dengan bagiannya yang kecil-kecil pula, sehingga dapat untuk
menjelaskan segala bentuk interaksi dalam ekonomi politik. Contohnya para aktor
pembuat keputusan meyakini penuh adanya implikasi kebijaksanaan pemerintah
negara yang memfokuskan keuntungan komparatif berdasarkan teori general yang
dikembangkan oleh David Ricardo untuk melihat gejala kekhususannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar